Gema Baiturrahman Online



Gema Baiturrahman Online


Posted: 18 Mar 2011 03:14 AM PDT
Khatib Drs. Ridwan Qari

"Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdo'alah untuk mereka. Sesungguhnya do'amu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha mengetahui" (al-Taubah: 103).

Ayat tersebut menunjukkan kewajiban zakat. Yakni perintah dari Allah kepada Muhammad SAW yang juga berlaku kepada semua pemimpin atau penguasa muslim. Dalam hal ini, perintah untuk memungut zakat dari orang-orang Islam (muzakki) kemudian membagi-bagikannya kepada mereka yang berhak menerimanya (mustahik).

Jadi ada kesan "memaksa" dalam hal pemungutan zakat ini. Kita mengetahui, pada masa khalihaf Islam dipimpin oleh Abubakar ra, ada perang terhadap orang-orang yang ingkar berzakat.

Sebagai manusia yang sehat rohani dan jasmani tentu tidak seorangpun diantara kita yang sudi dipaksa dalam hal apapun termasuk dalam soal penghayatan dan pengamalan ajaran agama. Kita sangat ingin merdeka dalam mengawal hati dan diri kita untuk taat kepada Allah SWT., sehingga dapat merasakan nikmatnya menjadi muslim, yakni orang yang berserah diri kepada Allah SWT dalam hidup dan matinya.

Untuk memenuhi pandangan ketidakterpaksaan ini, terkait dengan ayat di atas, ada tiga tujuan dari perintah mengeluarkan zakat dan secara akumulatif sebagai kunci sukses zakat, yaitu:

Pertama, berzakat itu mengagungkan Allah SWT. Allah Swt mengakui bahwa andil manusia dalam memperoleh kekayaan itu ada sehingga di dalam salah satu ayat tentang perintah berzakat secara eksplisit jelas disebutkan: "Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untukmu" (al-Baqarah: 267)

Akan tetapi hasil usaha manusia yang baik-baik itu tidak akan pernah ada tanpa adanya andil Allah SWT. Manusia tidak dapat mengingkari bahwa dalam hasil yang diperolehnya saham Allah adalah yang terbesar.

Kedua, berzakat menafikan tamak dan kikir. Kecintaan kepada harta benda dapat menimbulkan tamak dan kikir. Berzakat adalah wujud sikap dermawan; mau memberi. Saham manusia amatlah kecil dalam hasil usahanya dibandingkan saham Allah SWT. Saham yang terkecil itu justru diminta oleh Allah untuk-Nya dan Dia berikan saham-Nya yang besar untuk manusia. 1 ekor sapi untuk Allah dan 29 ekor ntuk manusia. 1 ekor kambing untuk Allah dan 39 ekor untuk manusia. 2,5 % emas untuk Allah dan 97,5 % untuk manusia. 5-10 % tanaman untuk Allah dan 90-95 % untuk manusia dan lain sebagainya.

Betapa tamak dan kikirnya seseorang jika 1 ekor atau 2,5 % atau 5-10 % dari harta kekayaannya yang merupakan saham pribadinya tidak sanggup diserahkan kepada Allah sementara 29 atau 39 ekor atau 97,5 % atau 90-95 % yang merupakan saham Allah swt juga dia miliki. Jika dalam jumlah kecilpun yang notabene sangat terbatas (zakat) tidak sanggup memberikannya apatah lagi dalam jumlah besar (infaq, sedekah) yang tidak tertentu jumlahnya.

Janganlah menjadi orang yang kikir atas nikmat Allah yang begitu besar dianugrahkan kepada kita. Kita tidak dapat menghitung banyaknya nikmat Allah kepada kita, baaanyak sekali. Orang yang kikir akan dihukum oleh Allah diakhirat nanti sebagimana digambarkan dalam firman-Nya: "Dan janganlah sekali-kali orang-orang yang kikir dengan apa yang diberikan Allah kepada mereka dari karunia-Nya mengira bahwa (kikir) itu baik bagi mereka, padahal (kikir) itu buruk bagi mereka. Apa (harta) yang mereka kikirkan itu akan dikalungkan (di lehernya) pada hari kiamat. Milik Allah warisan (apa yang ada) di langit dan di bumi. Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan (Ali Imran: 180)

Ketiga, berzakat berarti membutuhkan bantuan orang lain. Keberhasilan seseorang tidak luput dari bantuan orang lain. Kesuksesan seseorang sangat dipengaruhi oleh luasnya jaringan yang dimiliki. Presiden, gubernur, DPR, Rektor, Kontraktor, dokter, buruh dan profesi lainnya tidak terjadi dengan dirinya sendiri tanpa ada orang lain. Sebagaimana firman Allah: "Mereka diliputi kehinaan dimana saja mereka berada kecuali dengan (bantuan) Allah dan dengan(bantuan) Manusia...(Ali Imran: 112)

Bantuan manusia yang banyak untuk keberhasilan kita wajib dikembalikan sebagaiannya melalui zakat, dengan prioritas sebagaimana firman-Nya: "Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir,orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (muallaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahu, Maha Bijaksana (al-Tawbah: 60)

Demikianlah khutbah yang singkat ini, marilah kita berzakat dengan memperhatikan tujuan kumulatif di atas agar kita terhindar dari fitnah dunia dan fitnah akhirat. Semoga bermanfaat bagi khatib dan majlis sekalian. Amin ya rabb al- 'alamiin.


Posted: 18 Mar 2011 03:12 AM PDT
OPINI
Sayed Muhammad Husen

Konsultan Social Entrepreneurship, Eri Sudewo mengatakan, amil zakat harus netral dari politik praktis. "Tak boleh seorang amil sekaligus menjadi elit partai politik tertentu, amil harus netral dari politik," kata mantan Direktur Dompet Dhuafa ini pada forum Raker Baitul Mal se Aceh, 2006, di Banda Aceh.

Pernyataan Eri ketika itu tidak begitu menjadi perhatian peserta Raker, karena mereka lebih fokus pada isu manajemen zakat yang menjadi topik bahasan Eri Sudewo. Tapi bagi saya, apa yang disampaikan Eri penting bagi seorang amil profesional.

Bisa jadi, netralitas amil tak begitu penting bagi amil zakat fitrah di gampong-gampong (desa), karena mereka hanya bekerja sampingan beberapa waktu saja. Zakat fitrah dikelola dengan semangat kegotong-royongan tanpa mementingkan kompetensi yang harus dimiliki seorang amil. Penghimpunan dan distribusi zakat fitrah pada setiap Ramadhan belum menggunakan prinsip-prinsip manajemen zakat.

Beda halnya dengan amil profesional yang bekerja pada Baitulmal, BAZ atau LAZ, netralitas amil menjadi salah satu aspek yang diatur dalam Kode Etik Amil. Karenanya, apa yang diingatkan Eri Sudewo patut menjadi perhatian dan ditindaklanjuti oleh para manajer badan amil zakat. Sehingga badan amil dan karyawan amil tak terjebak pada kepentingan sempit dan jangka pendek.

Dalam Kode Etik Amil Indonesia yang disusun oleh Forum Zakat (FOZ) mengatur juga soal netralitas dan obyektifitas ini. Setiap amil zakat harus menjaga netralitas dan obyektifitas, sehingga terhindar dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesional.

Netralitas dan obyektifitas yang dimaksudkan adalah kualitas yang memberi nilai atas jasa yang diberikan amil. Prinsip netralitas dan obyektifitas mengharuskan amil bersikap adil, tidak memihak, jujur, tidak berprasangka, atau bias serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain. (Majalah Baitulmal: 2010)

Kode Etik Amil memang secara tegas tidak melarang amil merangkap jabatan dengan pengurus partai atau menjadi aktivis partai tertentu. Sulit juga di era reformasi ini memisahkan seseorang dengan partai politik. Kenyataannya, ketika Eri Sudewo masih seorang amil pun pernah menjadi Dewan Pakar sebuah partai. Pengurus inti baitulmal juga ada yang menjadi pengurus partai dan Caleg pada Pemilu 2009.

Menjelang Pemilukada Gubernur dan 17 Bupati/Walikota se Aceh Oktober 2011, para amil kembali akan mendapat godaan menjadi bagian dari politik praktis, misalnya, menjadi timses kandidat tertentu. Bahkan bisa saja para amil (baca: pengurus baitul mal) menjadi juru kampanye atau kandidat bupati/walikota di daerah tertentu. Sebelumnya beberapa pengurus baitul mal (yang merangkap pengurus partai) juga menjadi anggota DPRA dan DPRK.

Saya agak tersentak juga ketika seorang amil menelepon dan menyatakan siap membantu menjadi timses kandidat tertentu pada Pemilukada Aceh. Spontan saja saya teringat nasihat Eri Sidewo dan kembali membuka Kode Etik Amil. Apalagi dalam proses fit and proper test Nopember 2010, beberapa pihak mengingatkan supaya tidak mengaitkan tugas amil dengan kepentingan politik sesaat.

Semua pihak yang peduli dan berkepentingan terhadap kemajuan gerakan zakat di negeri ini, kiranya dapat mengendalikan diri untuk tidak menggiring para amil ke kancah politik praktis. Demikian pula para amil dapat terus menjaga netralitas dan obyektifitas. Dengan catatan, perlu dibedakan peran amil dalam politik praktis dengan peran politik amil.

Peran politik amil bisa saja tetap dilakukan, misalnya, dalam melakukan advokasi kebijakan anggaran pemerintah yang berpihak pada fakir miskin (kaum tertindas) dan kampanye anti korupsi. Sebab ajaran zakat sesungguhnya, kata Masdar F Mas'udi, negara mengambil dari orang kaya dan mendistribusikan kepada fakir miskin. Zakat juga mengajarkan harta harus bersih dari korupsi.
Penulis, Kabid Pengumpulan Baitul Mal Aceh


Posted: 18 Mar 2011 03:04 AM PDT
H. Miswar Sulaiman
Ketua DPW DMI Aceh

Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Dewan Masjid Indonesia (DPW DMI) Provinsi Aceh mangatakan, ummat Islam saat ini kehilangan tokoh yang memiliki komitmen dan militansi dalam membela kepentingan muslimin. "Saat ummat Islam dipojokkan dengan issue terorisme dan pelanggaran HAM, tak ada lagi tokoh Islam yang bersuara lantang," kata Miswar (baju putih) saat ditemui GBO di kediamannya, Ajun Jeumpet, Aceh Besar.

Menurut Miswar, ummat Islam sedang diserang dengan berbagai issue yang memojokkan ummat seperti kasus penyerangan Ahmadiyah, Ormas anarkhis dan terorisme. Ummat Islam dianggap tidak mendukung penegakan HAM dan penghambat demokratisasi. Hampir semua media yang ada di negeri ini tidak membela kepentingan Islam dan muslimin.

Anehnya tokoh-tokoh Islam di tingkat nasional dan lokal seakan membiarkan saja kondisi itu, sehingga terbentuk opini, bahwa Islam bukan lagi rahmatan lil'alamin (rahmat bagi sekalian alam). Islam mentolelir kekerasan, kata mereka. Para pimpinan Ormas dan LSM Islam tidak ada yang gigih mengadvokasi kepentingan Islam di media dan kepada pemerintah.

"Kita merindukan kembalinya tokoh Islam seperti Mohammad Natsir dan Hussein Umar," kata aktivis Jamaah Tabligh ini. Dia melukiskan kedua tokoh itu pada eranya, tidak luput setiap hari membaca koran, mengakses media dan membuat kliping. Ketika ditemui berita atau informasi yang merugikan ummat Islam, langsung saja mereka merespon dan mencari solusinya. Termasuk mengirimkan surat kepada pemerintah. Sekarang ini, tak ada lagi tokoh yang memiliki sensitifitas sebaik Natsir dan Hussein Umar.

Miswar berharap dapat terjadi regenerasi kepemimpinan di tubuh organisasi DMI, sehingga organisasi masjid ini dapat lebih proaktif merespon berbagai permasalahan keummatan. Sebaiknya, BKPRMI sebagai angkatan muda masjid, dapat "merapat" ke DMI dan menawarkan konsep-konsep baru penguatan manajemen masjid dan pembelaan Islam. "Saya yakin tokoh yang kita harapkan bisa lahir dari kalangan aktivis masjid," katan DPW PPP Aceh ini. (sm husen, ridha)



Share this

Related Posts

Previous
Next Post »