Tampilkan postingan dengan label info. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label info. Tampilkan semua postingan

Lapangan GOLF LHOKNGA (Kebutuhan atau Keinginan)


Gubernur Aceh Zaini Abdullah kabarnya merestui pengalokasian dana Rp 24,5 miliar lebih untuk revitalisasi Padang Golf Lhoknga Tahap II. Rencananya, dana itu diploting pada APBA 2015. Husein Hamidi yang juga Kapolda Aceh sebagai ketua panitia revitalisasi. Benarkah begitu mendesak?

PENGURUS Golf Indonesia (PGI) Aceh agaknya tahu betul posisi dan hobi Kapolda Aceh, Irjen Pol. Husein Hamidi. Maklum, selain sebagai aparat penegak hukum, jenderal bintang dua ini, juga suka olahraga, khususnya golf. Begitupun, tak jelas sejak kapan jenderal Husein Hamidi mulai suka ‘berselancar’ di padang rumput tersebut.
Berbeda dengan pendahulunya, Irjen Pol. Herman Efendi, mantan Kapolda Aceh ini lebih senang olahraga bersepeda dan berburu. Itu sebabnya, dia nyaris jarang kelihatan di lapangan golf, memukul bola putih seukuran telur ayam ini. “Ya, Pak Herman lebih senang bersepeda. Kami pernah mendampingginya dari Banda Aceh sampai Patek, Aceh Jaya dan Pidie. Beliau sangat kuat mengayuh sepeda. Termasuk, berburu,” jelas salah seorang perwira menengah di Polda Aceh pada media ini, pekan lalu.
PGI agaknya memang lihai menggunakan momentum. Kesempatan dan peluang itu dimanfaatkan agaknya dimanfaatkan benar oleh pengurus PGI Aceh untuk melayangkan surat permohonan bantuan dana kepada Gubernur Aceh, dr. Zaini Abdullah. Usulan dana tadi dibungkus dengan kalimat revitalisasi Padang Golf Lhoknga Tahap II.
Surat Bernomor 138/PGI-Aceh/VIII/2014 itu diajukan Persatuan Golf Indonesia (PGI) Aceh pada Gubernur Aceh Zaini Abdullah, 14 Juli 2014 lalu dan ditandatangani Sekretaris Umum PGI Aceh Hazwan Amin. Jumlahnya juga tidak sedikit, Rp 24,5 miliar lebih.
Dari lampiran surat yang diperoleh media ini menunjukkan, Rp 14,2 miliar diantaranya direncanakan akan digunakan untuk membangun Tee Box (tempat awal memukul bola), Rp 2 miliar. Fairway (bagian lapangan tempat berbagai macam rintangan seperti bunkers, pepohonan, jalan-jalan pasir, dan selokan), Rp 4,7 miliar lebih. Green Rp 2 miliar lebih, Rough Rp 266 juta lebih, Drainase Rp 562 miliar lebih, Lanscaping Rp 2,2 miliar lebih dan Bunker Rp 2,4 miliar lebih. Sementara Rp 10,3 miliar sisanya digunakan untuk pekerjaan Nursery Rp 1,8 miliar, Irigasi Rp 4,5 miliar, Danau Rp 2 miliar dan Pembersihan/Pembuangan Sedimen Rawa Eksisting Rp 2 miliar.
Gayung bersambut. Usulan anggaran ini direspon Gubernur Aceh Zaini Abdullah tiga hari kemudian atau persisnya pada 17 Juli 2014 lalu. Berdasarkan dokumen yang dimiliki MODUS ACEH, Zaini Abdullah mendisposisikan pada Sekda Aceh Darmawan agar mempertimbangkan usulan anggaran tersebut. “Untuk dipertimbangkan tahun 2015,” begitu arahan Zaini Abdullah pada Sekda Aceh Darmawan seperti yang tercantum dalam surat tadi.IMG_0002
Rencana pengalokasian anggaran untuk revitalisasi Padang Golf Lhoknga ini sebetulnya telah dimulai sejak tahun anggaran 2014. Tapi usulan yang diajukan PGI Aceh tidak melalui gubernur, melainkan lewat Wakil Gubernur Muzakir Manaf, pada Oktober 2013 lalu. Muzakir Manaf lantas mendisposisikan pada Bappeda Aceh untuk memprioritaskan usulan ini. Alasannya, untuk menyambut Pekan Olahraga Nasional (PON) 2020 di Aceh, yang akhirnya gagal ditetapkan  oleh Presiden RI, melalui Kemenegpora RI.
Kabarnya, ada sekitar Rp 10 miliar yang dialokasikan untuk revitalisasi tahap I. “Tapi belum bisa digunakan lantaran timbul gosib soal anggaran tersebut,” kata sumber MODUS ACEH yang juga salah seorang Panitia Revitalisasi Padang Golf Lhoknga yang tak ingin disebut namanya, pekan lalu.
Memang, salah satu media online lokal, the atjehpost.com, jor-joran memberitakan ihwal pengalokasian dana untuk revitalisasi padang golf ini. Isunya, anggaran yang dialokasikan untuk menghidupkan kembali padang golf tersebut diambil dari dana yang telah diplotkan untuk pengembangan infrastruktur  Masjid Raya Baiturrahman
Banda Aceh.“Seolah-olah Pemerintah Aceh lebih mengedepankan lapangan golf ketimbang pembangunan masjid,” kata sumber itu.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Solidaritas untuk Antikorupsi (SuAK) Aceh juga menduga, dana  Rp 10 miliar itu merupakan dana pembangunan/perluasan Masjid Raya Baiturahman Banda Aceh yang  dialihkan untuk proyek lapangan golf. “Polda Aceh harus segera mengusut,” kata Pj Koordinator Badan Pekerja SuAK Aceh, Zaini Usman,  Minggu 6 Juli 2014 lalu pada wartawan.
Tapi, dugaan ini dibantah Pemerintah Aceh.  Gubernur Aceh Zaini Abdullah mengatakan,  antara dana pengembangan Masjid Raya Baiturrahman dengan lapangan golf sama sekali tidak ada kaitan. Memang ada disposisi Wakil Gubernur, tapi bukan perintah untuk mengambil dana masjid raya,” jelas Zaini Abdullah.
Namun, sumber MODUS ACEH lainnya mengatakan sebaliknya. Meski tak seluruhnya, sebetulnya anggaran untuk revitalisasi padang golf ini memang menggunakan sebagian anggaran yang sebelumnya dialokasikan untuk pengembangan infrastruktur Masjid Raya Baiturahman. Proyek ini, kata dia, juga sudah mulai berjalan. “PT Salina Bersama yang mengerjakan proyek tersebut,” kata dia.
Menariknya, polemik yang sempat mencuat ini, tak membuat Pengurus PGI Aceh ambil pusing. Belum lagi dana RP 10 miliar tahap I habis dibelanjakan, PGI Aceh rupanya sudah mengajukan lagi dana tahap II senilai Rp 24,5 miliar lebih.
Lantas, apa sebetulnya urgensi dari pembangunan lapangan golf yang menelan anggaran puluhan miliar rupiah ini, sehingga membuat PGI Aceh begitu berambisi segera merealisasikannya? Benarkah untuk kepentingan agar Aceh memiliki lapangan golf yang representatif sehingga bisa mencetak golfer handal atau hanya sekedar untuk memenuhi ambisi bisnis dari pengerjaan proyek tersebut?
Sayang, Sekretaris Umum PGI Aceh Hazwan Amin tak bisa dikonfirmasi. Pesan singkat yang dilayangkan MODUS ACEH untuk wawancara ditanggapinya dengan mengarahkan agar media ini mengkonfirmasi langsung pada Cut Ayah, Koordinator Panitia Revitalisasi Padang Golf Lhoknga. Ketika diminta penyeranta Cut Ayah, Hazwan kembali mengarahkan MODUS ACEH untuk mengkonfirmasi langsung pada Ketua Panitia Revitalisasi Lapangan Golf, Irjen Pol. Husein Hamidi. “Arahan Cut Ayah, langsung saja pada ketua pembangunan (revitalisasi) Pak Husein Hamidi,” tulisnya lewat pesan singkat. Setali dua uang, Husein Hamidi yang juga Kapolda Aceh tak
menjawab konfirmasi yang disampaikan MODUS ACEH. Pesan singkat yang dilayangkan, tak berbalas.IMG_0001
Padang Golf Lhoknga memang masih jauh dari representatif. Dihantam tsunami pada Desember 2004 lalu, infrastruktur olahraga ini rusak parah.
Mantan Walikota Banda Aceh, almarhum Mawardy Nurdin sempat menghidupkan kembali padang golf ini dengan biaya patungan dari para pegolf Aceh. Beberapa even skala lokal
juga sempat digelar. Tapi even-even skala nasional, apalagi internasional, tak bisa diselenggarakan di sini. Selain hanya memiliki 9 hole, padang golf ini memang perlu perbaikan
disana-sini.
Di sisi lain, Aceh juga masih menyimpan aneka persoalan sosial yang sebetulnya jauh lebih prioritas. Mimpi peningkatan perekonomian masyarakat masih jauh dari memuaskan. Bahkan, dalam enam bulan ke depan, Aceh terancam krisis pangan. Itu disebabkan, areal sawah di sejumlah kabupaten dilanda kekeringan.
“Pemerintah Aceh seharusnya memprioritaskan penanganan jangka panjang hal-hal seperti ini. Siklus perubahan alam perlu diantisipasi dan dirumuskan agar tak berdampak pada perekonomian rakyat,” kata anggota DPRA Fraksi Demokrat M Yunus Ilyas saat dimintai tanggapannya, Jumat pekan lalu.
Menurut Yunus, alangkah baiknya Pemerintah Aceh mengalokasikan puluhan miliar dana tersebut untuk peningkata
n perekonomian rakyat Aceh. “Lihat saja bagaimana rendahnya daya beli masyarakat akibat inflasi. Pengangguran juga masih cukup tinggi,” katanya.
Persoalan kemiskinan juga belum teratasi signifikan. “Tak ada salahnya memang mengalokasikan dana menghidupkan kembali padang golf, tapi sejatinya persoalan mendasar rakyat lebih diutamakan,” kata Yunus Ilyas.
Lalu, benarkah dana tersebut telah dialokasikan dalam KUA PPAS 2015 yang telah diserahkan Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) ke DPRA pada awal Agustus 2014 lalu? Menurut Yunus, itu belum dibahas di tingkat dewan.
“Yang kami terima baru KUA dan PPAS Perubahan 2014. Sedangkan yang 2015 belum,” kata Yunus. Menurut Yunus, awalnya memang direncanakan penyerahan dilakukan sekaligus. “Tapi dewan lebih memprioritaskan pembahasan APBA-Perubahan 2014. Jadi kita belum tahu apakah ada mata anggaran untuk revitalisasi padang golf ini,” kata Yunus Ilyas yang juga Sekretaris Umum MPW Pemuda Pancasila Aceh.***


Warga Temukan Ikan Berkepala Buaya

Warga Temukan Ikan Berkepala Buaya

Sat, Apr 16th 2011, 15:07

SEORANG warga memperlihatkan ikan bermulut buaya yang ditemukan Muslem, saat memancing di belakang rumahnya, Jumat (15/4/2011). SERAMBINEWS.COM/DEDI ISKANDAR
MEULABOH - Ratusan warga Kota Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, dihebohkan dengan penemuan ikan berkepala buaya oleh seorang warga, di ruas Jalan Blang Pulo, Desa Ujong Baroh, Kecamatan Johan Pahlawan. Ikan tersebut pertama kali diketemukan Muslem.
Penemuan itu, menurut Rusli, rekan Muslem, berawal ketika mereka memancing di sebuah kolam di belakang rumah, JUmat (15/4/2011). Seperti biasa, begitu umpan dimakan, pancing langsung diangkat. Betapa kagetnya mereka ketika ikan yang memakin umpan bermulut seperti biasa. Temuan ikan bermulut buaya itu pun membuat geger.(dedi iskandar)
source: Serambi Indonesia
RAPBA Rp 7,9 T Disahkan

RAPBA Rp 7,9 T Disahkan

Sat, Apr 16th 2011, 13:04

* Dianugerahi ‘Penghargaan Paling Lelet’


Presiden Pemerintah Mahasiswa Unsyiah Alfiyan Muhiddin (kanan) menyerahkan piagam penghargaan atas keterlambatan pengesahan RAPBA kepada Ketua DPRA Hasbi Abdullah dan Wakil Ketua Amir Helmi saat menggelar aksi di depan Gedung DPRA, Banda Aceh, Jumat (15/4) sore. SERAMBI/BEDU SAINI
BANDA ACEH - Setelah terlambat empat bulan dari jadwal yang seharusnya paling telat akhir Desember 2010, akhirnya pada Jumat (15/4) sore, empat fraksi DPRA menyetujui Nota Keuangan RAPBA 2011 senilai Rp 7,945 triliun untuk ditetapkan menjadi Qanun APBA 2011. Saat-saat menjelang pengesahan RAPBA tersebut, serombongan mahasiswa mendatangi gedung dewan dan menyerahkan ‘piagam penghargaan’ atas prestasi sebagai dewan paling lelet (lambat) di seluruh Indonesia.

Pengesahan RAPBA 2011 pada Jumat 15 April 2011 tersebut juga sesuai dengan deadline (tenggat waktu) yang diberikan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). “Ini sudah sangat terlambat. Jangan ada penundaan lagi. Kalau masih terdapat satu dua item yang belum disepakati antara Pemerintah Aceh dan DPRA, silakan berikan catatan. Yang penting sahkan dulu, nanti kemendagri yang akan melakukan stressing dan evaluasi,” tandas Mendagri melalui Juru Bicara Kemendagri, Reydonnyzar Moenek kepada Serambi di Jakarta,  Rabu (13/4).

Sidang paripurna pengesahan RAPBA 2011 dengan agenda penyampaian pendapat akhir fraksi sempat pula bergeser dari jadwal yang seharusnya Jumat (15/4) pagi dimulai pukul 09.00 WIB. Namun, ketika anggota legislatif, eksekutif, tamu undangan, dan wartawan sudah hadir di gedung utama DPRA, tiba-tiba terdengar pengumuman dari Sekretariat DPRA bahwa sidang ditunda hingga pukul 15.00 WIB.

Sumber di Sekretariat DPRA menyatakan, pergeseran jadwal sidang menjadi Jumat sore karena Pimpinan DPRA dengan ketua-ketua fraksi dan Tim Perumus Badan Anggaran DPRA harus rapat mendadak, namun sumber itu mengaku tidak tahu apa materi rapat. Meski demikian, sumber lain dari kalangan anggota DPRA menyebutkan, rapat dadakan itu untuk finalisasi usulan dan anggaran program aspirasi yang belum tuntas pada pembahasan sebelumnya.

Sidang yang dimulai tepat pukul 15.00 WIB dihadiri 44 dari 69 anggota DPRA dipimpin Wakil Ketua I DPRA, Amir Helmi SH didampingi Ketua DPRA, Drs H Hasbi Abdullah dan Wakil Ketua II, Drs H Sulaiman Abda. Dari eksekutif diwakili Sekda Aceh, Drs T Setia Budi.

Setelah sidang dibuka, langsung diberikan kesempatan Jurubicara Fraksi Partai Aceh menyampaikan pendapat akhir fraksinya. Ketua Fraksi Partai Aceh, Ramli Sulaiman menyatakan terpaksa tidak menolak RAPBA 2011 senilai Rp 7,945 triliun yang disampaikan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf untuk ditetapkan menjadi Qanun APBA 2011.

Berikutnya, Jurubicara Fraksi Partai Demokrat Muhammad Thanwier Mahdi menyatakan, fraksinya juga menerima RAPBA 2011 yang diusul eksekutif untuk ditetapkan menjadi Qanun APBA. Tapi, Fraksi Demokrat meminta Gubernur Aceh mengevaluasi kembali Kepala SKPA yang berkinerja lemah dan tidak mampu melaksanakan visi dan misi gubernur dan wakil gubernur periode 2007-2012.

Fraksi Demokrat juga menyorot rendahnya target PAD 2011 yang cuma Rp 802,3 miliar atau jauh di bawah belanja tak langsung pegawai yang mencapai Rp 1,170 triliun. Rinciannya, belanja tak langsung Rp 914 miliar ditambah belanja langsung Rp 256,4 miliar.

Pembengkakan belanja rutin itu, menurut Fraksi Demokrat karena ada pembayaran tunjangan prestasi kerja (TPK) bagi PNS yang dinilai belum proporsional dan profesional serta tidak mengacu kepada penilaian prestasi yang sesungguhnya. “Ini juga perlu dievaluasi oleh gubernur,” tandas Juru Bicara Fraksi Demokrat.

Fraksi Demokrat juga menegaskan, program unggulan atau prioritas Pemerintah Aceh seperti JKA, BKPG, bantuan yatim, beasiswa, dayah, masjid, dan lainnya, bukan semata-mata programnya gubernur dan wakil gubernur, tapi programnya legislatif bersama eksekutif.

Juru Bicara Fraksi Golkar Aminuddin MKes, meski tetap menyetujui RAPBA 2011 untuk dijadikan Qanun APBA, tetapi mengkritik usulan program Pemerintah Aceh yang banyak belum sesuai dengan visi dan misi gubernur dan wakil gubernur atau RPJM.

Menurut Fraksi Golkar, program JKA, BKPG, bantuan pendidikan bagi anak yatim piatu, beasiswa, bantuan masjid, dan lainnya jangan diartikan sebagai program tebar pesonanya gubernur dan wakil gubernur tetapi merupakan kebutuhan dasar rakyat, dan pihak eksekutif tidak bisa mengklaim program itu miliknya, tapi juga miliknya legislatif. “Program itu bisa muncul dan tersedia anggarannya karena kedua belah pihak bersepakat untuk menghadirkan program itu demi kesejahteraan masyarakat Aceh,” demikian pernyataan Fraksi Partai Golkar. Hal hampir serupa juga disampaikan Juru Bicara Fraksi PPP/PKS, Gufran Zainal Abidin. 

Setelah keempat fraksi menyampaikan pendapat akhir tentang format RAPBA 2011 (belanja Rp 7,945 triliun, pendapatan Rp 7,095 triliun), dan kekurangan atau defisit ditutup melalui Silpa tahun lalu dan lainnya sebesar Rp 885,3 miliar, selanjutnya Pimpinan DPRA bersama Badan Musyawarah DPRA dan eksekutif melakukan rapat bamus untuk pengambilan keputusan pengesahan RAPBA.

Dikawal mahasiswa
Sidang paripurna pengesahan RAPBA 2011, Jumat (15/4) diwarnai aksi serombongan mahasiswa yang berunjuk rasa ke gedung DPRA. Dalam aksi tersebut, Presiden Pemerintah Mahasiswa (Pema) Unsyiah, Alfiyan Muhiddin menyerahkan ‘piagam penghargaan atas prestasi DPRA sebagai dewan paling lelet’ di seluruh Indonesia.

Piagam penghargaan yang lebih merupakan sindiran itu diserahkan melalui Ketua DPRA Hasbi Abdullah didampingi Wakilnya Amir Helmi saat keduanya menjumpai mahasiswa ketika istirahat seusai shalat Asar. “RAPBA akan kami sahkan sekarang. Adik-adik boleh mengikuti langsung,” kata Ketua DPRA, Hasbi Abdullah ketika menerima ‘piagam’ tersebut. Baik Hasbi Abdullah maupun Amir Helmi tak memberi komentar apa-apa saat menerima ‘piagam’ yang tak pernah diharapkan itu. Mereka langsung kembali ke ruang sidang diiringi tepuk tangan mahasiswa.(her/sal)


SOURCE : SERAMBI INDONESIA