Pendangkalan Aqidah Merebak

Beberapa kumpulan berita media Online berkenaan dengan upaya Pendangkalan Aqidah yang terjadi di Aceh selama ini,,

satu Ayat Al-Qur'an tentang usaha yang tak akan pernah berhenti dilakukan :
Al Quran : (2) Al Baqarah : Ayat 120 

Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (QS. 2:120) 

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH
Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Tgk Ghufran Zainal Abidin, mengatakan Aceh membutuhkan Peraturan Gubernur (Pergub) sebagai upaya antisipasi pemurtadan dan pendangkalan aqidah.
"Kami berharap gubernur segera mengeluarkan Pergub sambil menunggu diterbitkannya qanun sebagai aturan hukum untuk mengantisipasi agar tidak ada pihak yang melakukan kegiatan pemurtadan dan pendangkalan aqidah," katanya di Banda Aceh, Rabu Kemarin.
Hal itu disampaikan di sela-sela meninjau pasangan suami isteri yang membagikan buku dan brosur ajaran agama tertentu sebagai upaya pemurtadan terhadap umat muslim di Aceh.
Pasangan suami isteri yang berinisial RS dan WM tersebut saat ini ditahan di Satpol PP dan Wilayatul Hisbah Aceh. RS asal Provinsi Sumatera Utara dan WM dari Semarang. Kedua pasangan suami isteri itu ditangkap pihak kepolisian Polres Aceh Besar.
Politikus PKS itu menjelaskan, Aceh saat ini bisa dikatakan "siaga satu" untuk pendangkalan aqidah dan pemurtadan yang sengaja dilakukan pihak yang memiliki jaringan luas secara internasional.
"Tertangkapnya pasangan suami isteri yang menyebarkan buku dan brosur tentang ajaran agama tertentu itu menunjukkan mereka terus melakukan upaya pemurtadan dan pendangkalan aqidah. Aceh merupakan provinsi yang mayoritas penduduknya adalah muslim," kata Ghufran Zainal Abidin.
Terkait dengan Qanun, ia menjelaskan legislatif khususnya Komisi VII DPRA akan berupaya bisa melahirkan aturan hukum guna mengantisipasi upaya-upaya pemurtadan dan pendangkalan akidah itu. "Kami akan mendorong, paling tidak Qanun inisiatif Komisi VII bisa segera diajukan sehingga dapat disahkan pada 2015," katanya menjelaskan.
Dipihak lain, Ghufran juga mengimbau seluruh elemen masyarakat Aceh untuk bersatu dan terus mewaspadai terhadap kegiatan yang menyimpang dilakukan pihak-pihak tertentu yang memiliki tujuan pemurtadan atau pendangkalan akidah umat muslim.
"Seluruh elemen masyarakat agar dapat mengantisipasi, jika di lingkungan atau desanya ada kegiatan yang mencurigakan maka segera laporkan kepada petugas kepolisian terdekat dan tokoh masyarakat. Itu perlu, jangan sampai ajaran yang tidak sesuai dengan Islam menyebar di daerah ini," katanya menjelaskan.


REDELONG  
Buku pendangkalan akidah telah beredar di sejumlah desa di Kabupaten Bener Meriah, seusai ditemukan di Aceh Tenggara (Agara) dan sejumlah kabupaten/kota lainnya di Aceh. Anggota DPRA, Bardan Sahidi berhasil menemukan buku tersebut saat melakukan kunjungan kerja di  Desa Cemparam dan Jamur Atu, Bener Meriah.
Salah seorang ulama Bener Meriah, Tgk Syarqawi Abdus Samad, yang ditemui Serambi di Komplek Pesantren Bustanul Arifin, Pondok Sayur, Kamis (4/12) mengatakan penyebaran buku pedangkalan akidah juga pernah beredar sebelumnya. “Saat ini muncul lagi buku kristenisasi dengan bentuk yang sama seperti sebelumnya,” ungkap Syarqawi Abdus Samad.
Dia meminta pihak-pihak yang sengaja menyebarkan buku pedangkalan akidah tersebut untuk segera menghentikan aktivitasnya di Gayo. “Secara undang-undang sudah salah, karena dilarang menyebarkan agama kepada orang yang sudah memiliki agama. Jadi, jangan lagi membuat aktivitas penyebaran buku kristenisasi ini,” jelasnya.
Dia menilai, peredaran buku kristenisasi itu harus segera dihentikan untuk menjaga kerukunan bersama. Alasannya selama ini, masyarakat di Kabupaten Bener Meriah, berada dalam keragaman agama, sehingga dengan beredarnya buku menyudutkan Islam ini, bisa memicu suasana menjadi kurang baik.
“Kita di daerah ini, bisa hidup berdampingan meski berbeda latar belakang agama. Jangan gara-gara orang dari luar datang dan menyebarkan buku kristenisasi ini, semua menjadi tidak baik,” ujar Tgk Syarqawi Abdus Samad. Dia berharap, warga yang menemukan buku pendangkalan akidah agar dapat melapor ke ulama setempat.
Awalnya, buku tersebut ditemukan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Bardan Sahidi, di salah satu meunasah Cemparam dan Jamur Atu, di Bener Meriah. Ketika itu, anggota dewan ini, sedang melakukan kunjungan kerja (kunker) dan menemukan buku tersebut.
“Kita mengecam keras peredaran buku pedangkalan akidah ini dan untuk itu, aparat penegak hukum harus segera bertindak,” tegasnya ketika menyerahkan buku tersebut ke tokoh ulama Bener Meriah. Peredaran buku pedangkalan aqidah itu, bukan hanya ditemukan di Kabupaten Bener Meriah. Namun, buku tersebut juga ditemukan di sejumlah daerah di Kabupaten Aceh Tengah. Salah satunya di kawasan Kampung Simpang Empat, Kecamatan Bebesen.
Buku kecil yang terbungkus rapi dengan plastik diletakkan oleh orang yang belum diketahui di depan rumah salah seorang warga. Sontak keberadaan buku tersebut, membuat resah warga. Sebelumnya, upaya pendangkalan akidah di Kabupaten Aceh Tenggara (Agara) yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Tanah Karo, Sumut terus menyebar ke masyarakat. Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Agara berhasil membongkar upaya tersebut melalui sebuah buku yang dibagi secara gratis.
Ketua MPU Agara, Tgk Hasanuddin Mendabe, Selasa (25/11) menyatakan sudah mulai ada upaya pendangkalan akidah terhadap umat Islam. Dikatakan, buku setebal 31 halaman yang berjudul “Kehidupan yang memuaskan bagaimana memperolehnya” yang berisi ayat-ayat al kitab non-Muslim menjadi bukti kuat adanya upaya tersebut.


41 Bukti Pendangkalan Akidah Itu




Thursday, 23 September 2010 15:12
Pendangkalan akidah di Aceh pasca tsunami dilakukan dengan berbagai cara. Semua ada buktinya.
Sejak hari-hari pertama pasca tsunami Aceh 2004, banyak pihak mengingatkan, ma-suknya NGO maupun LSM non Muslim untuk memulih-kan kembali Aceh akibat ben-cana alam patut diwaspadai.
Peringatan itu tidaklah ber-lebihan. Di lapangan Tgk Warul Walidin, Tgk Rahman Kaoy, Tgk Sayed Azhar, Tgk Komala Pontas, dan para tokoh terpercaya lain-nya yang tergabung dalam Tim Pembinaan dan Pengawasan Pendangkalan Akidah (P3A) Aceh membuktikan hal itu.
Bukti-bukti tersebut ter-catat dalam Laporan Hasil Investi-gasi Pendangkalan Aqidah yang dikeluarkan pada Juli 2006. Lapo-ran setebal 69 halaman itu meng-ungkap fakta adanya pendang-kalan akidah bahkan menjurus kepada pemurtadan yang dila-kukan secara terprogram dan sistematis di 13 kabupaten dan kota oleh berbagai NGO dan LSM yang berkedok bantuan kema-nusiaan itu.
Hal itu terjadi lantaran labil-nya masyarakat akibat musibah raya itu dan sistem pengawasan pihak pemerintah yang tergo-long lemah sehingga tidak selek-tif terhadap pihak-pihak yang ingin memberikan bantuan ke-manusiaan.
Sedangkan modus upaya pemurtadannya antara lain me-lalui penyaluran bantuan kema-nusiaan (berupa bantuan ma-kanan, buku bacaan, alat tulis-menulis, obat-obatan, pakaian dan mainan anak-anak); bim-bingan konseling (pemulihan trauma); pendidikan dan ketram-pilan di lembaga panti asuhan yang dikelola oleh yayasan umat Kristen; dan lain sebagainya.

Temuan Lapangan
Di sebuah mushala di Hun-tara Pinggir Sungai Lamnyong, Banda Aceh ditemukan lambang salib. Mushala ini dibangun oleh NGO: International Organization for Migration (IOM).
Di Lamreh Kecamatan Mas-jid Raya, Aceh Besar, LSM Yakum Emergency Unit membangun ki-os berbentuk gereja. Sedangkan di Barak Mustika Kulam Permata, Kelurahan Krueng Raya, Sabang, tim P3A dikejutkan oleh adanya sejadah berlogo salib di tengah warga. Warga tidak mengetahui nama NGO atau LSM yang memberikannya.
NGO Save the Children ber-upaya menyimpangkan akidah dengan membagikan buku yang mengandung ajaran Kristen yang berjudul 30 Dongeng Sebelum Tidur kepada anak-anak warga Huntara Keudee, Jangka Buya, Pidie.
Seakan tak mau kalah dengan Save the Children, LSM Sampoerna Foundation mem-bagikan buku bacaan Kristen kepada siswa-siswi Madrasah Ibtidaiyah Negeri Samalanga, Bireuen. Sedangkan di Barak Lapang Kecamatan Tanah Pasir, Aceh Utara, NGO Kordia meng-gelar hiburan anak-anak yang digiring kepada kemusyrikan. Mereka menanyakan berapa jumlah Tuhan. Bila anak-anak menjawab satu maka diberi hadiah satu permen bonbon. Bila menjawab dua akan diberi per-men bonbon dua, dan sete-rusnya.
Sedangkan di Desa Rigaih 5 Km Calang, Aceh Jaya, LSM Obor Berkat Indonesia pada Oktober 2005 melakukan misi kristenisasi. Warga yang mengungsi di Barak Tenda Tanjong Harapan, Desa Ujong Tanjong, Meurebo, Aceh Barat pun turut menjadi sasaran. Mereka mendapat sembako berisi lambang-lambang Kristen yang dibagikan oleh NGO Global Network. Di Ujong Fatihah, Kuala, Nagan Raya, seseorang yang mengaku sebagai mahasiswa perbandingan agama membagi-kan Indeks Bibel. Ia kemudian ditangkap pihak yang berwajib.
Pembagian sembako ada-lah teknik yang paling sering digunakan untuk memperkenal-kan ajaran yang berseberangan dengan akidah Islam. Di SMP Negeri Suasaoh, Aceh Barat Daya, misalnya, para korban tsu-nami mendapat bantuan semba-ko yang berasal dari Batam. Ternyata di dalam sembako itu terdapat Injil berukuran kecil.
Sedangkan di beberapa barak di Kabupaten Simeulue, RSRC Indonesia membagikan kalender meja bergambar salib dan berisi pesan Kristen. Modus lainnya agar dianggap legal mereka mendirikan gereja yang megah di Serambi Mekah. Kor-ban tsunami di luar Aceh, yakni Nias, yang beragama Kristen di-mobilisasi untuk mengungsi ke Kutacane, Aceh Tenggara.
Terakhir, di Desa Mandum-pang, Aceh Singkil, berdiri TK Kristen. TK yang menginduk ke Medan itu membuat program pendidikan gratis bagi setiap anak Muslim yang mendaftar. TK tersebut ilegal, lantaran tidak dapat menunjukkan izin operasi-onal dari Dinas Pendidikan.
Temuan itu merupakan in-dikasi yang tidak terbantahkan. Mereka memang menjadikan bantuan kemanusiaan sebagai kedok untuk melakukan pen-dangkalan akidah bahkan me-murtadkan seperti kasus yang baru saja geger di Aceh Barat. Karena bagi mereka tidak ada makan siang yang gratis dan selalu ada udang di balik batu. Waspadalah! 
sumber:

BANDA ACEH - 
Aparat kepolisian jajaran Polresta Banda Aceh, Rabu (30/5) menahan dua warga yang diduga akan membaptis seorang ibu rumah tangga di Kompleks Perumahan Budha Tzu Chi, Gampong Neuheun, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar. Kedua warga luar Aceh tersebut sempat diamuk massa sebelum akhirnya diamankan polisi.
Tersangka yang ditahan polisi masing-masing Roy Tyson Kelbulan (24) asal Sulawesi Selatan dan rekan wanitanya, Ribur Manulang (31), asal Tapanuli Utara. Selain kedua tersangka, polisi juga menyita barang bukti antara lain tiga kitab Injil dan sebuah termos berisi air. Barang bukti bersama tersangka diboyong ke Mapolres Banda Aceh setelah sebelumnya sempat diamankan di Mapolsek Krueng Raya.
Informasi yang dihimpun Serambi dari berbagai sumber resmi di tingkat gampong dan kecamatan menyebutkan, Roy Tyson Kelbulan mengantongi KTP Kecamatan Kuta Alam, Kota Banda Aceh yang tinggal di Bandar Baru, Jalan Pari II, sedangkan Ribur Manulang ber-KTP Aceh Besar tinggal di Kompleks Dolog, Dusun Blang Daya, Kecamatan Ingin Jaya.
Sebelum amuk massa itu terjadi, Roy Tyson bersama Ribur Manulang dilaporkan berkunjung ke rumah seorang perempuan berinisial Mr (32) di Kompleks Budha Tzu Chi, Gampong Neuheun. Pada kunjungan pertama, Senin, 28 Mei 2012, Roy dan Ribur berbincang-bincang dengan Mr sambil mengajak ibu rumah tangga tersebut bergabung dengan kelompok mereka.
Karena tidak mengerti, Mr tidak langsung memberi jawaban atau persetujuan sambil minta waktu berpikir. Akhirnya Roy dan Ribur memutuskan pulang dan berjanji akan kembali menemui Mr pada Rabu siang, 30 Mei 2012.
Pada hari yang telah dijanjikan, Roy dan Ribur benar-benar datang kembali menemui Mr yang saat itu sedang sendirian di rumah. Karenanya Roy dan Ribur  begitu leluasa membujuk Mr.  
Awalnya Roy dan Ribur bertanya apakah Mr kenal dengan Isa Almasih. Dengan penuh keheranan, Mr malah balik bertanya, siapakah orang itu. Karena semakin bingung, akhirnya Mr minta izin keluar sebentar dari rumah
Ternyata Mr datang ke tetangganya mengabarkan tentang keberadaan Roy dan Ribur serta apa maksud Isa Almasih. Pada saat itulah Mr mendapat jawaban dari tetangga bahwa itu merupakan tuhannya orang nasrani.
Mendapat jawaban itu, Mr panik dan langsung menemui kepala kompleks yang berjarak sekitar 500 meter dengan rumahnya. Ia tak peduli lagi dengan Roy dan Ribur yang tinggal di rumahnya. “Saya langsung ceritakan apa yang saya dengar kepada Pak Bambang (kepala kompleks). Beliau kaget, lalu bersama sejumlah warga lainnya menuju ke rumah saya,” kata Mr dalam keterangannya kepada Serambi.
Diramaikan massa
Kepala Kompleks Perumahan Budha Tzu Chi, Gampong Neuheun, Bambang A Rahman yang tiba bersama sejumlah warga lainnya ke rumah Mr memang mendapati ada dua warga asing di rumah tersebut. Keduanya langsung diinterogasi dan menanyakan apa maksud kedatangan ke kompleks tersebut.
Karena gerak-gerik mereka semakin mencurigakan, akhirnya kepala kompleks memeriksa barang-barang yang mereka bawa, hingga ditemukan tiga kitab Injil dan dokumen/data nama-nama yang sudah dibaptis maupun yang sedang dalam proses. Juga ditemukan termos berisi air yang diduga sebagai media pembaptisan.
Oleh kepala kompleks, kedua warga ini digiring ke kantor kepala kompleks dengan berjalan kaki. Saat itulah kabar tentang adanya orang yang akan melakukan pembaptisan merebak cepat di kalangan warga. Tak ayal, dalam tempo singkat ratusan warga kompleks yang dihuni oleh 850 KK tersebut berkerumun di kantor kepala kompleks.
Saat berada dalam pengamanan kepala kompleks, massa yang tak mampu membendung emosi langsung menyerbu ke dalam, bahkan sempat menyeret Roy dan Ribur ke luar. Saat itulah terjadi aksi pemukulan yang nyaris tak terkendali.
Di tengah suasana yang tak terkendali itu, sejumlah aparat kepolisian tiba di lokasi. Secepatnya kedua warga tersebut diamankan dan selanjutnya bersama barang bukti diangkut ke Mapolsek Krueng Raya. Selanjutnya, sekitar pukul 18.00 WIB, Rabu (30/5), tersangka dan barang bukti diamankan ke Mapolresta Banda Aceh.

14 Lokasi di Aceh Rawan Pendangkalan Akidah
Senin, 9 September 2013 14:19 WIB

BANDA ACEH - Kepala Dinas Syariat Islam Aceh, Prof Syahrizal Abbas menyebutkan ada 14 lokasi di Aceh yang rawan aksi-aksi pendangkalan akidah. Ke 14 lokasi itu tersebar di beberapa kabupaten/kota antara lain,  Aceh Selatan, Aceh Besar, Bireuen, Aceh Tamiang, perbatasan Aceh Singkil, Aceh Tenggara, Subulussalam, dan Simeulue.
Hal itu dikemukakan Syahrizal Abbas saat menjadi pemateri dalam halal bihalal Keluarga Besar Forum Silaturahim Kemakmuran Masjid Serantau (Forsimas), di Gedung Serbaguna Forsimas, Darussalam, Sabtu (7/9).
Menurutnya, ada beberapa perilaku pendangkalan akidah yang umum ditemukan, seperti tidak mewajibkan shalat dan mengatakan ada nabi setelah Nabi Muhammad Saw. “Ini bertentangan dengan akidah Islam. Karena itu, upaya yang dilakukan antara lain menempatkan 150 da’i di daerah-daerah tersebut untuk memperkuat akidah umat,” ujarnya.
Selain itu, Syahrizal menambahkan indikator berjalannya syariat Islam salah satunya dapat dilihat melalui pendidikan agama dan moral yang ada dalam keluarga. “Berapa banyak bacaan alquran yang dibaca oleh anak-anak di rumah. Jika tidak mengantarkannya ke tempat pengajian, maka di rumah harus dibiasakan membaca alquran,” imbuhnya.
Panitia halal bihalal, Drs Jauhari mengatakan forsimas adalah organisasi Islam yang menghubungkan antar masjid tingkat internasional. Saat ini negara yang  tergabung dalam Forsimas yaitu Indonesia, Malaysia, Brunai Darussalam, Singapura, Kamboja, Thailand, Filipina, dan Myanmar.
Kegiatan yang dihadiri para pengurus Forsimas juga dihadiri Ketua Umum Gabungan Musisi Aceh, Teuku Mahfud yang menyampaikan materi tentang improvisasi sound system masjid dan mushalla.
SUMBER :



Rabu, 7 Januari 2015 15:06 WIB

BANDA ACEH -
 Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh segera menjatuhkan sanksi akademik kepada Rosnida Sari, dosen di fakultas itu yang membawa sejumlah mahasiswi ke sebuah gereja di Banda Aceh. Kasus yang menarik perhatian masyarakat ini, bermula dari tulisan milik dosen dakwah itu sendiri di situs australiplus.
Kunjungan ke gereja yang menjadi bagian dari mata kuliah Studi Gender dalam Islam itu, sebagaimana ditulis Rosnida Sari, sebagai bagian dari ‘jembatan perdamaian’ dan ‘pembawa damai’ untuk agama dan budaya yang berbeda ini.
Tulisan dengan judul asli “Belajar di Australia, Dosen IAIN Ajak Mahasiswa ke Gereja di Banda Aceh” itu telah menjadi perbincangan hangat di jejaring media sosial. Beragam komentar mencuat, mulai dari yang mendukung dan tak sedikit pula yang menyesalkan tindakan dosen tersebut.
Selain itu, tulisan yang dikutip sejumlah media online di Aceh ini, juga di-share atau dibagi kembali oleh ratusan akun pengguna sosial media di dalam dan luar negeri, sehingga gaungnya meluas.
Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Dr A Rani Usman MSi, kepada Serambi Selasa (6/1) kemarin mengatakan, pihaknya telah meminta klarifikasi dari dosen bersangkutan terkait kunjungan para mahasiswinya ke salah satu gereja di Banda Aceh sebagai bagian dari perkuliahan.
“Mohon maaf kepada masyarakat Aceh yang terganggu dengan persoalan ini dalam beberapa hari terakhir. Kami segera lakukan  tindakan akademik dan mengevaluasi kinerja dosen dengan mata kuliah yang diampunya tersebut,” katanya.
Ia tambahkan, tindakan dosen yang membawa mahasiswi studi ke salah satu gereja di Banda Aceh itu telah mengabaikan manajemen pengelolaan akademik di kampus Islam tersebut.
SUMBER :


 Masih ingatkah kasus yang menimpa saudara kita tertipu dengan alih alih mendapat pelatihan pertanian dan plus liburan ke singapore dan bali ?
semoga kedepan tidak mudah menerima tawaran dalam bentuk apapun sama orang orang yang tidak bertanggung jawab, apalagi sama orang yang tidak pernah kita kenali sama sekali, kebanyakan mereka dan pada umumnya membantu bukan dengan setulus hati, bukan sekali dua kali kita temukan kasus yang sama
ini kisah kisahnya,

*Berdalih Pelatihan di Brastagi
APRIL 2013 lalu Aman Suharni (53) petani kopi, warga Desa Buket Tunyang, Kecamatan Timang Gajah, Bener Meriah, diajak Hasbi, saudaranya, ke Medan, Sumatera Utara, untuk ikut pelatihan pertanian.
Sesampai di sana, Suharni dan Hasbi bertemu dengan Atek (40), warga Tionghoa yang beristrikan warga Ronga-Ronga, Bener Meriah. Atek disebut-sebut sebagai agen umat Nasrani yang bekerja di wilayah Aceh untuk merekrut pemeluk Islam agar pindah agama ke Kristen.
Polres Bireuen pun sudah mengorek informasi tentang Atek dari pendeta asal Nias Sumatera Utara, Onekesyi Zega (40) yang kini diamankan di Mapolres Bireuen.
Menurutnya, Atek juga bertugas mencari agen-agen lainnya dari kalangan muslim di seluruh Aceh sampai ke Pulau Jawa untuk dikristenkan. Jaringannya luas. Ia juga memiliki daftar atau struktur organisasi dan rencana pembaptisan para pemeluk Islam.
Sementara itu, Isnadi Rasyid (38), menantu Aman Suharni, korban pembaptisan, saat ditemui Serambi di Mapolres Bireuen kemarin menerangkan, April lalu mertuanya diajak ke Medan oleh Hasbi untuk bertemu Atek dengan dalih untuk ikut pelatihan pertanian.
Kepadanya dijanjikan uang serta jalan-jalan ke Singapura dan Bali.
Tapi sesampai di Medan, Aman Suharni diajak jalan-jalan ke Berastagi. Mereka pun menginap di sebuah hotel. Di hotel itulah Suharni dibaptis selama dua hari.
“Mertua saya itu merasa aneh saat berada di Berastagi, karena alasannya semula untuk ikut pelatihan pertanian, tapi saat di Berastagi malah diajari tentang ritual umat Nasrani,” kata Isnadi
“Karena curiga, mertua saya kabur dan pulang ke Bener Meriah. Beberapa hari di kampung, mertua saya pun menceritakan kejadian itu kepada keluarga. Karena diduga sudah khilaf, ia disyahadatkan kembali oleh MPU Bener Meriah,” tambahnya.
Setelah itu, Aman Suharni bersama keluarganya berniat untuk menangkap Atek selaku agen, di samping pendeta dan staf-stafnya supaya misi mereka tidak menyebar luas atau merugikan umat muslim lainnya, terutama di Aceh, Nanggroe syariat Islam.
Karena itulah Aman Suharni dan keluarga merancang siasat untuk menjebak Atek. Tapi Atek tak berhasil ditangkap, karena belum diketahui keberadaannya. Namun, seorang pendeta asal Nias bersama tiga stafnya berhasil ditangkap polisi pada sebuah toko obat di kawasan Kota Bireuen, Kamis (20/6) siang.
Bersama pendeta itu, polisi menyita satu kitab Injil dalam bahasa Aceh.
SUMBER :

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »