Pendangkalan Aqidah Merebak

Beberapa kumpulan berita media Online berkenaan dengan upaya Pendangkalan Aqidah yang terjadi di Aceh selama ini,,

satu Ayat Al-Qur'an tentang usaha yang tak akan pernah berhenti dilakukan :
Al Quran : (2) Al Baqarah : Ayat 120 

Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (QS. 2:120) 

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH
Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Tgk Ghufran Zainal Abidin, mengatakan Aceh membutuhkan Peraturan Gubernur (Pergub) sebagai upaya antisipasi pemurtadan dan pendangkalan aqidah.
"Kami berharap gubernur segera mengeluarkan Pergub sambil menunggu diterbitkannya qanun sebagai aturan hukum untuk mengantisipasi agar tidak ada pihak yang melakukan kegiatan pemurtadan dan pendangkalan aqidah," katanya di Banda Aceh, Rabu Kemarin.
Hal itu disampaikan di sela-sela meninjau pasangan suami isteri yang membagikan buku dan brosur ajaran agama tertentu sebagai upaya pemurtadan terhadap umat muslim di Aceh.
Pasangan suami isteri yang berinisial RS dan WM tersebut saat ini ditahan di Satpol PP dan Wilayatul Hisbah Aceh. RS asal Provinsi Sumatera Utara dan WM dari Semarang. Kedua pasangan suami isteri itu ditangkap pihak kepolisian Polres Aceh Besar.
Politikus PKS itu menjelaskan, Aceh saat ini bisa dikatakan "siaga satu" untuk pendangkalan aqidah dan pemurtadan yang sengaja dilakukan pihak yang memiliki jaringan luas secara internasional.
"Tertangkapnya pasangan suami isteri yang menyebarkan buku dan brosur tentang ajaran agama tertentu itu menunjukkan mereka terus melakukan upaya pemurtadan dan pendangkalan aqidah. Aceh merupakan provinsi yang mayoritas penduduknya adalah muslim," kata Ghufran Zainal Abidin.
Terkait dengan Qanun, ia menjelaskan legislatif khususnya Komisi VII DPRA akan berupaya bisa melahirkan aturan hukum guna mengantisipasi upaya-upaya pemurtadan dan pendangkalan akidah itu. "Kami akan mendorong, paling tidak Qanun inisiatif Komisi VII bisa segera diajukan sehingga dapat disahkan pada 2015," katanya menjelaskan.
Dipihak lain, Ghufran juga mengimbau seluruh elemen masyarakat Aceh untuk bersatu dan terus mewaspadai terhadap kegiatan yang menyimpang dilakukan pihak-pihak tertentu yang memiliki tujuan pemurtadan atau pendangkalan akidah umat muslim.
"Seluruh elemen masyarakat agar dapat mengantisipasi, jika di lingkungan atau desanya ada kegiatan yang mencurigakan maka segera laporkan kepada petugas kepolisian terdekat dan tokoh masyarakat. Itu perlu, jangan sampai ajaran yang tidak sesuai dengan Islam menyebar di daerah ini," katanya menjelaskan.


REDELONG  
Buku pendangkalan akidah telah beredar di sejumlah desa di Kabupaten Bener Meriah, seusai ditemukan di Aceh Tenggara (Agara) dan sejumlah kabupaten/kota lainnya di Aceh. Anggota DPRA, Bardan Sahidi berhasil menemukan buku tersebut saat melakukan kunjungan kerja di  Desa Cemparam dan Jamur Atu, Bener Meriah.
Salah seorang ulama Bener Meriah, Tgk Syarqawi Abdus Samad, yang ditemui Serambi di Komplek Pesantren Bustanul Arifin, Pondok Sayur, Kamis (4/12) mengatakan penyebaran buku pedangkalan akidah juga pernah beredar sebelumnya. “Saat ini muncul lagi buku kristenisasi dengan bentuk yang sama seperti sebelumnya,” ungkap Syarqawi Abdus Samad.
Dia meminta pihak-pihak yang sengaja menyebarkan buku pedangkalan akidah tersebut untuk segera menghentikan aktivitasnya di Gayo. “Secara undang-undang sudah salah, karena dilarang menyebarkan agama kepada orang yang sudah memiliki agama. Jadi, jangan lagi membuat aktivitas penyebaran buku kristenisasi ini,” jelasnya.
Dia menilai, peredaran buku kristenisasi itu harus segera dihentikan untuk menjaga kerukunan bersama. Alasannya selama ini, masyarakat di Kabupaten Bener Meriah, berada dalam keragaman agama, sehingga dengan beredarnya buku menyudutkan Islam ini, bisa memicu suasana menjadi kurang baik.
“Kita di daerah ini, bisa hidup berdampingan meski berbeda latar belakang agama. Jangan gara-gara orang dari luar datang dan menyebarkan buku kristenisasi ini, semua menjadi tidak baik,” ujar Tgk Syarqawi Abdus Samad. Dia berharap, warga yang menemukan buku pendangkalan akidah agar dapat melapor ke ulama setempat.
Awalnya, buku tersebut ditemukan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Bardan Sahidi, di salah satu meunasah Cemparam dan Jamur Atu, di Bener Meriah. Ketika itu, anggota dewan ini, sedang melakukan kunjungan kerja (kunker) dan menemukan buku tersebut.
“Kita mengecam keras peredaran buku pedangkalan akidah ini dan untuk itu, aparat penegak hukum harus segera bertindak,” tegasnya ketika menyerahkan buku tersebut ke tokoh ulama Bener Meriah. Peredaran buku pedangkalan aqidah itu, bukan hanya ditemukan di Kabupaten Bener Meriah. Namun, buku tersebut juga ditemukan di sejumlah daerah di Kabupaten Aceh Tengah. Salah satunya di kawasan Kampung Simpang Empat, Kecamatan Bebesen.
Buku kecil yang terbungkus rapi dengan plastik diletakkan oleh orang yang belum diketahui di depan rumah salah seorang warga. Sontak keberadaan buku tersebut, membuat resah warga. Sebelumnya, upaya pendangkalan akidah di Kabupaten Aceh Tenggara (Agara) yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Tanah Karo, Sumut terus menyebar ke masyarakat. Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Agara berhasil membongkar upaya tersebut melalui sebuah buku yang dibagi secara gratis.
Ketua MPU Agara, Tgk Hasanuddin Mendabe, Selasa (25/11) menyatakan sudah mulai ada upaya pendangkalan akidah terhadap umat Islam. Dikatakan, buku setebal 31 halaman yang berjudul “Kehidupan yang memuaskan bagaimana memperolehnya” yang berisi ayat-ayat al kitab non-Muslim menjadi bukti kuat adanya upaya tersebut.


41 Bukti Pendangkalan Akidah Itu




Thursday, 23 September 2010 15:12
Pendangkalan akidah di Aceh pasca tsunami dilakukan dengan berbagai cara. Semua ada buktinya.
Sejak hari-hari pertama pasca tsunami Aceh 2004, banyak pihak mengingatkan, ma-suknya NGO maupun LSM non Muslim untuk memulih-kan kembali Aceh akibat ben-cana alam patut diwaspadai.
Peringatan itu tidaklah ber-lebihan. Di lapangan Tgk Warul Walidin, Tgk Rahman Kaoy, Tgk Sayed Azhar, Tgk Komala Pontas, dan para tokoh terpercaya lain-nya yang tergabung dalam Tim Pembinaan dan Pengawasan Pendangkalan Akidah (P3A) Aceh membuktikan hal itu.
Bukti-bukti tersebut ter-catat dalam Laporan Hasil Investi-gasi Pendangkalan Aqidah yang dikeluarkan pada Juli 2006. Lapo-ran setebal 69 halaman itu meng-ungkap fakta adanya pendang-kalan akidah bahkan menjurus kepada pemurtadan yang dila-kukan secara terprogram dan sistematis di 13 kabupaten dan kota oleh berbagai NGO dan LSM yang berkedok bantuan kema-nusiaan itu.
Hal itu terjadi lantaran labil-nya masyarakat akibat musibah raya itu dan sistem pengawasan pihak pemerintah yang tergo-long lemah sehingga tidak selek-tif terhadap pihak-pihak yang ingin memberikan bantuan ke-manusiaan.
Sedangkan modus upaya pemurtadannya antara lain me-lalui penyaluran bantuan kema-nusiaan (berupa bantuan ma-kanan, buku bacaan, alat tulis-menulis, obat-obatan, pakaian dan mainan anak-anak); bim-bingan konseling (pemulihan trauma); pendidikan dan ketram-pilan di lembaga panti asuhan yang dikelola oleh yayasan umat Kristen; dan lain sebagainya.

Temuan Lapangan
Di sebuah mushala di Hun-tara Pinggir Sungai Lamnyong, Banda Aceh ditemukan lambang salib. Mushala ini dibangun oleh NGO: International Organization for Migration (IOM).
Di Lamreh Kecamatan Mas-jid Raya, Aceh Besar, LSM Yakum Emergency Unit membangun ki-os berbentuk gereja. Sedangkan di Barak Mustika Kulam Permata, Kelurahan Krueng Raya, Sabang, tim P3A dikejutkan oleh adanya sejadah berlogo salib di tengah warga. Warga tidak mengetahui nama NGO atau LSM yang memberikannya.
NGO Save the Children ber-upaya menyimpangkan akidah dengan membagikan buku yang mengandung ajaran Kristen yang berjudul 30 Dongeng Sebelum Tidur kepada anak-anak warga Huntara Keudee, Jangka Buya, Pidie.
Seakan tak mau kalah dengan Save the Children, LSM Sampoerna Foundation mem-bagikan buku bacaan Kristen kepada siswa-siswi Madrasah Ibtidaiyah Negeri Samalanga, Bireuen. Sedangkan di Barak Lapang Kecamatan Tanah Pasir, Aceh Utara, NGO Kordia meng-gelar hiburan anak-anak yang digiring kepada kemusyrikan. Mereka menanyakan berapa jumlah Tuhan. Bila anak-anak menjawab satu maka diberi hadiah satu permen bonbon. Bila menjawab dua akan diberi per-men bonbon dua, dan sete-rusnya.
Sedangkan di Desa Rigaih 5 Km Calang, Aceh Jaya, LSM Obor Berkat Indonesia pada Oktober 2005 melakukan misi kristenisasi. Warga yang mengungsi di Barak Tenda Tanjong Harapan, Desa Ujong Tanjong, Meurebo, Aceh Barat pun turut menjadi sasaran. Mereka mendapat sembako berisi lambang-lambang Kristen yang dibagikan oleh NGO Global Network. Di Ujong Fatihah, Kuala, Nagan Raya, seseorang yang mengaku sebagai mahasiswa perbandingan agama membagi-kan Indeks Bibel. Ia kemudian ditangkap pihak yang berwajib.
Pembagian sembako ada-lah teknik yang paling sering digunakan untuk memperkenal-kan ajaran yang berseberangan dengan akidah Islam. Di SMP Negeri Suasaoh, Aceh Barat Daya, misalnya, para korban tsu-nami mendapat bantuan semba-ko yang berasal dari Batam. Ternyata di dalam sembako itu terdapat Injil berukuran kecil.
Sedangkan di beberapa barak di Kabupaten Simeulue, RSRC Indonesia membagikan kalender meja bergambar salib dan berisi pesan Kristen. Modus lainnya agar dianggap legal mereka mendirikan gereja yang megah di Serambi Mekah. Kor-ban tsunami di luar Aceh, yakni Nias, yang beragama Kristen di-mobilisasi untuk mengungsi ke Kutacane, Aceh Tenggara.
Terakhir, di Desa Mandum-pang, Aceh Singkil, berdiri TK Kristen. TK yang menginduk ke Medan itu membuat program pendidikan gratis bagi setiap anak Muslim yang mendaftar. TK tersebut ilegal, lantaran tidak dapat menunjukkan izin operasi-onal dari Dinas Pendidikan.
Temuan itu merupakan in-dikasi yang tidak terbantahkan. Mereka memang menjadikan bantuan kemanusiaan sebagai kedok untuk melakukan pen-dangkalan akidah bahkan me-murtadkan seperti kasus yang baru saja geger di Aceh Barat. Karena bagi mereka tidak ada makan siang yang gratis dan selalu ada udang di balik batu. Waspadalah! 
sumber:

BANDA ACEH - 
Aparat kepolisian jajaran Polresta Banda Aceh, Rabu (30/5) menahan dua warga yang diduga akan membaptis seorang ibu rumah tangga di Kompleks Perumahan Budha Tzu Chi, Gampong Neuheun, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar. Kedua warga luar Aceh tersebut sempat diamuk massa sebelum akhirnya diamankan polisi.
Tersangka yang ditahan polisi masing-masing Roy Tyson Kelbulan (24) asal Sulawesi Selatan dan rekan wanitanya, Ribur Manulang (31), asal Tapanuli Utara. Selain kedua tersangka, polisi juga menyita barang bukti antara lain tiga kitab Injil dan sebuah termos berisi air. Barang bukti bersama tersangka diboyong ke Mapolres Banda Aceh setelah sebelumnya sempat diamankan di Mapolsek Krueng Raya.
Informasi yang dihimpun Serambi dari berbagai sumber resmi di tingkat gampong dan kecamatan menyebutkan, Roy Tyson Kelbulan mengantongi KTP Kecamatan Kuta Alam, Kota Banda Aceh yang tinggal di Bandar Baru, Jalan Pari II, sedangkan Ribur Manulang ber-KTP Aceh Besar tinggal di Kompleks Dolog, Dusun Blang Daya, Kecamatan Ingin Jaya.
Sebelum amuk massa itu terjadi, Roy Tyson bersama Ribur Manulang dilaporkan berkunjung ke rumah seorang perempuan berinisial Mr (32) di Kompleks Budha Tzu Chi, Gampong Neuheun. Pada kunjungan pertama, Senin, 28 Mei 2012, Roy dan Ribur berbincang-bincang dengan Mr sambil mengajak ibu rumah tangga tersebut bergabung dengan kelompok mereka.
Karena tidak mengerti, Mr tidak langsung memberi jawaban atau persetujuan sambil minta waktu berpikir. Akhirnya Roy dan Ribur memutuskan pulang dan berjanji akan kembali menemui Mr pada Rabu siang, 30 Mei 2012.
Pada hari yang telah dijanjikan, Roy dan Ribur benar-benar datang kembali menemui Mr yang saat itu sedang sendirian di rumah. Karenanya Roy dan Ribur  begitu leluasa membujuk Mr.  
Awalnya Roy dan Ribur bertanya apakah Mr kenal dengan Isa Almasih. Dengan penuh keheranan, Mr malah balik bertanya, siapakah orang itu. Karena semakin bingung, akhirnya Mr minta izin keluar sebentar dari rumah
Ternyata Mr datang ke tetangganya mengabarkan tentang keberadaan Roy dan Ribur serta apa maksud Isa Almasih. Pada saat itulah Mr mendapat jawaban dari tetangga bahwa itu merupakan tuhannya orang nasrani.
Mendapat jawaban itu, Mr panik dan langsung menemui kepala kompleks yang berjarak sekitar 500 meter dengan rumahnya. Ia tak peduli lagi dengan Roy dan Ribur yang tinggal di rumahnya. “Saya langsung ceritakan apa yang saya dengar kepada Pak Bambang (kepala kompleks). Beliau kaget, lalu bersama sejumlah warga lainnya menuju ke rumah saya,” kata Mr dalam keterangannya kepada Serambi.
Diramaikan massa
Kepala Kompleks Perumahan Budha Tzu Chi, Gampong Neuheun, Bambang A Rahman yang tiba bersama sejumlah warga lainnya ke rumah Mr memang mendapati ada dua warga asing di rumah tersebut. Keduanya langsung diinterogasi dan menanyakan apa maksud kedatangan ke kompleks tersebut.
Karena gerak-gerik mereka semakin mencurigakan, akhirnya kepala kompleks memeriksa barang-barang yang mereka bawa, hingga ditemukan tiga kitab Injil dan dokumen/data nama-nama yang sudah dibaptis maupun yang sedang dalam proses. Juga ditemukan termos berisi air yang diduga sebagai media pembaptisan.
Oleh kepala kompleks, kedua warga ini digiring ke kantor kepala kompleks dengan berjalan kaki. Saat itulah kabar tentang adanya orang yang akan melakukan pembaptisan merebak cepat di kalangan warga. Tak ayal, dalam tempo singkat ratusan warga kompleks yang dihuni oleh 850 KK tersebut berkerumun di kantor kepala kompleks.
Saat berada dalam pengamanan kepala kompleks, massa yang tak mampu membendung emosi langsung menyerbu ke dalam, bahkan sempat menyeret Roy dan Ribur ke luar. Saat itulah terjadi aksi pemukulan yang nyaris tak terkendali.
Di tengah suasana yang tak terkendali itu, sejumlah aparat kepolisian tiba di lokasi. Secepatnya kedua warga tersebut diamankan dan selanjutnya bersama barang bukti diangkut ke Mapolsek Krueng Raya. Selanjutnya, sekitar pukul 18.00 WIB, Rabu (30/5), tersangka dan barang bukti diamankan ke Mapolresta Banda Aceh.

14 Lokasi di Aceh Rawan Pendangkalan Akidah
Senin, 9 September 2013 14:19 WIB

BANDA ACEH - Kepala Dinas Syariat Islam Aceh, Prof Syahrizal Abbas menyebutkan ada 14 lokasi di Aceh yang rawan aksi-aksi pendangkalan akidah. Ke 14 lokasi itu tersebar di beberapa kabupaten/kota antara lain,  Aceh Selatan, Aceh Besar, Bireuen, Aceh Tamiang, perbatasan Aceh Singkil, Aceh Tenggara, Subulussalam, dan Simeulue.
Hal itu dikemukakan Syahrizal Abbas saat menjadi pemateri dalam halal bihalal Keluarga Besar Forum Silaturahim Kemakmuran Masjid Serantau (Forsimas), di Gedung Serbaguna Forsimas, Darussalam, Sabtu (7/9).
Menurutnya, ada beberapa perilaku pendangkalan akidah yang umum ditemukan, seperti tidak mewajibkan shalat dan mengatakan ada nabi setelah Nabi Muhammad Saw. “Ini bertentangan dengan akidah Islam. Karena itu, upaya yang dilakukan antara lain menempatkan 150 da’i di daerah-daerah tersebut untuk memperkuat akidah umat,” ujarnya.
Selain itu, Syahrizal menambahkan indikator berjalannya syariat Islam salah satunya dapat dilihat melalui pendidikan agama dan moral yang ada dalam keluarga. “Berapa banyak bacaan alquran yang dibaca oleh anak-anak di rumah. Jika tidak mengantarkannya ke tempat pengajian, maka di rumah harus dibiasakan membaca alquran,” imbuhnya.
Panitia halal bihalal, Drs Jauhari mengatakan forsimas adalah organisasi Islam yang menghubungkan antar masjid tingkat internasional. Saat ini negara yang  tergabung dalam Forsimas yaitu Indonesia, Malaysia, Brunai Darussalam, Singapura, Kamboja, Thailand, Filipina, dan Myanmar.
Kegiatan yang dihadiri para pengurus Forsimas juga dihadiri Ketua Umum Gabungan Musisi Aceh, Teuku Mahfud yang menyampaikan materi tentang improvisasi sound system masjid dan mushalla.
SUMBER :



Rabu, 7 Januari 2015 15:06 WIB

BANDA ACEH -
 Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh segera menjatuhkan sanksi akademik kepada Rosnida Sari, dosen di fakultas itu yang membawa sejumlah mahasiswi ke sebuah gereja di Banda Aceh. Kasus yang menarik perhatian masyarakat ini, bermula dari tulisan milik dosen dakwah itu sendiri di situs australiplus.
Kunjungan ke gereja yang menjadi bagian dari mata kuliah Studi Gender dalam Islam itu, sebagaimana ditulis Rosnida Sari, sebagai bagian dari ‘jembatan perdamaian’ dan ‘pembawa damai’ untuk agama dan budaya yang berbeda ini.
Tulisan dengan judul asli “Belajar di Australia, Dosen IAIN Ajak Mahasiswa ke Gereja di Banda Aceh” itu telah menjadi perbincangan hangat di jejaring media sosial. Beragam komentar mencuat, mulai dari yang mendukung dan tak sedikit pula yang menyesalkan tindakan dosen tersebut.
Selain itu, tulisan yang dikutip sejumlah media online di Aceh ini, juga di-share atau dibagi kembali oleh ratusan akun pengguna sosial media di dalam dan luar negeri, sehingga gaungnya meluas.
Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Dr A Rani Usman MSi, kepada Serambi Selasa (6/1) kemarin mengatakan, pihaknya telah meminta klarifikasi dari dosen bersangkutan terkait kunjungan para mahasiswinya ke salah satu gereja di Banda Aceh sebagai bagian dari perkuliahan.
“Mohon maaf kepada masyarakat Aceh yang terganggu dengan persoalan ini dalam beberapa hari terakhir. Kami segera lakukan  tindakan akademik dan mengevaluasi kinerja dosen dengan mata kuliah yang diampunya tersebut,” katanya.
Ia tambahkan, tindakan dosen yang membawa mahasiswi studi ke salah satu gereja di Banda Aceh itu telah mengabaikan manajemen pengelolaan akademik di kampus Islam tersebut.
SUMBER :


 Masih ingatkah kasus yang menimpa saudara kita tertipu dengan alih alih mendapat pelatihan pertanian dan plus liburan ke singapore dan bali ?
semoga kedepan tidak mudah menerima tawaran dalam bentuk apapun sama orang orang yang tidak bertanggung jawab, apalagi sama orang yang tidak pernah kita kenali sama sekali, kebanyakan mereka dan pada umumnya membantu bukan dengan setulus hati, bukan sekali dua kali kita temukan kasus yang sama
ini kisah kisahnya,

*Berdalih Pelatihan di Brastagi
APRIL 2013 lalu Aman Suharni (53) petani kopi, warga Desa Buket Tunyang, Kecamatan Timang Gajah, Bener Meriah, diajak Hasbi, saudaranya, ke Medan, Sumatera Utara, untuk ikut pelatihan pertanian.
Sesampai di sana, Suharni dan Hasbi bertemu dengan Atek (40), warga Tionghoa yang beristrikan warga Ronga-Ronga, Bener Meriah. Atek disebut-sebut sebagai agen umat Nasrani yang bekerja di wilayah Aceh untuk merekrut pemeluk Islam agar pindah agama ke Kristen.
Polres Bireuen pun sudah mengorek informasi tentang Atek dari pendeta asal Nias Sumatera Utara, Onekesyi Zega (40) yang kini diamankan di Mapolres Bireuen.
Menurutnya, Atek juga bertugas mencari agen-agen lainnya dari kalangan muslim di seluruh Aceh sampai ke Pulau Jawa untuk dikristenkan. Jaringannya luas. Ia juga memiliki daftar atau struktur organisasi dan rencana pembaptisan para pemeluk Islam.
Sementara itu, Isnadi Rasyid (38), menantu Aman Suharni, korban pembaptisan, saat ditemui Serambi di Mapolres Bireuen kemarin menerangkan, April lalu mertuanya diajak ke Medan oleh Hasbi untuk bertemu Atek dengan dalih untuk ikut pelatihan pertanian.
Kepadanya dijanjikan uang serta jalan-jalan ke Singapura dan Bali.
Tapi sesampai di Medan, Aman Suharni diajak jalan-jalan ke Berastagi. Mereka pun menginap di sebuah hotel. Di hotel itulah Suharni dibaptis selama dua hari.
“Mertua saya itu merasa aneh saat berada di Berastagi, karena alasannya semula untuk ikut pelatihan pertanian, tapi saat di Berastagi malah diajari tentang ritual umat Nasrani,” kata Isnadi
“Karena curiga, mertua saya kabur dan pulang ke Bener Meriah. Beberapa hari di kampung, mertua saya pun menceritakan kejadian itu kepada keluarga. Karena diduga sudah khilaf, ia disyahadatkan kembali oleh MPU Bener Meriah,” tambahnya.
Setelah itu, Aman Suharni bersama keluarganya berniat untuk menangkap Atek selaku agen, di samping pendeta dan staf-stafnya supaya misi mereka tidak menyebar luas atau merugikan umat muslim lainnya, terutama di Aceh, Nanggroe syariat Islam.
Karena itulah Aman Suharni dan keluarga merancang siasat untuk menjebak Atek. Tapi Atek tak berhasil ditangkap, karena belum diketahui keberadaannya. Namun, seorang pendeta asal Nias bersama tiga stafnya berhasil ditangkap polisi pada sebuah toko obat di kawasan Kota Bireuen, Kamis (20/6) siang.
Bersama pendeta itu, polisi menyita satu kitab Injil dalam bahasa Aceh.
SUMBER :

Sampah mengepung LHOKNGA

Sampah mengepung LHOKNGA

Kecamatan Lhoknga yang memiliki daerah strategis di ujung sumatera merupakan daerah potensi akan sumberdaya alamnya, memiliki garis pantai yg memanjang dan landai, selain itu sebuah perusahaan raksasa juga hadir mewarnai kehidupan masyarakat setempat.

Pada awal tahun 1990 Lhoknga sudah menjadi salah satu tempat kunjungan wisata Aceh, hingga hari ini kehadiran wisata mancanegara memberikan akses kepada masyarakat untuk mengembangkan sistem wisata yang lebih baik.

Paska tsunami, kecamatan Lhoknga terus menggeliat, pendapatan perkapita masyarakat juga makin meningkat, ini dapat dilihat dari aktifitas perekonomian yang semakin "move on" di segala sektor.

Seiring geliat wisata dan lainnya ada hal yang sepertinya tertinggal. Sampah,,, inilah yang kini terlihat. Banyak sudut lahan yang berada di dalam kecamatan Lhoknga yang bertaburan sampah.
Dilihat dari jenis sampah yang bertabur jelas itu merupakan sampah rumah tangga (dominan) dan sampah usaha (homestay, kedai sayur, ikan, ayam ) dan jenis usaha lainnya.

Adapun konsentrasi sampah yang dapat di temukan ada beberapa titik.
1. Lahan kosong arah menuju Lamlhom (jalan elak Mon ikeun-lampuuk)
2. Jembatan menuju Mukim Lamlhom.
3. Samping jalan utama Banda Aceh-Lhoknga (Tanjung)
4. Pasar Lhoknga (lahan kosong)
5. Daerah lahan kosong lainnya yang ada dalam kecamatan Lhoknga (tidak dominan)

Keberadaan sampah ini menyebabkan timbulnya efek lain bagi kehidupan masyarakat sperti : sumber penyakit dan sumber makanan bagi Babi liar.
Dari sebuah penelitian yang dilakukab pada tahun 2009 oleh seorang mahasiswa paska Sarjana di salah satu perguruan tinggi di Banda aceh membuktikan bahwa sumber hama terbesar di dalam kecamafan Lhoknga adalah Babi. Hama babi yang kian trasa mengganggu lahan pertanian masyarakat kian trasa bahkan kabarnya juga dapat memangsa ternak peliharaan lainnya.

Kondisi sampah yang kian menjadi jadi seperti terbiarkan atau di biarkan oleh pihak yang memiliki kewenangan  baik kepala desa, mukim maupun pihak Kecamatan Lhoknga.
Jika dilihat lebih jauh maka bisa dikatakan Lhoknga Pusat Sampah.

Masyarakat sangat mengharapkan peran serta pihak-pihak terkait di setiap level untuk dapat berfikir akan masalah ini. Jika tetap "Diam" maka lhoknga 10 tahun kedepan akan tenggelam dalam sampah dan akan mempengaruhi semua aktifitas ke depan...

Cara Tangkap (Capture) Tampilan Layar Android


Untuk membuat beberapa gambar tutorial android di website ini penulis butuh aplikasi screen capture untuk tangkap tampilan layar android. Penulis coba download beberapa aplikasi di Play Store tapi ternyata aplikasinya tidak bisa digunakan.

Setelah melakukan coba-coba akhirnya penulis temukan cara yang paling mudah. Tidak perlu menginstall aplikasi. Feature tangkap tampilan layar (screen capture) ini ternyata sudah tersedia di handphone android. Mau tahu caranya? Lihat tutorial singkat berikut ini.

CARA TANGKAP (CAPTURE) TAMPILAN LAYAR ANDROID

Ada dua cara untuk menangkap tampilan layar android. Tergantung dari operating system nya.

1. Untuk handphone android lama dengan operating system versi 2.3 dan sebelumnya

Tekan tombol Volume Down dan Power secara bersamaan. Dan tahan selama beberapa detik. Hasil capture tampilan layarnya akan tersimpan di photo Gallery.

Tangkap Tampilan Layar Android (1)

2. Untuk handphone android baru dengan operating system Ice Cream Sandwich (4.0) atau yang terbaru

Untuk cara kedua ini penulis sudah coba langsung di handphone Samsung dan berhasil. Adapun caranya kita tekan tombol Home dan Power secara bersamaan. Coba tahan selama beberapa detik. Sama seperti diatas hasil tampilan layar yang kita tangkap akan tersimpan juga dan bisa dilihat di photo Gallery.

Capture Layar Android

Demikian tips singkat cara tangkap tampilan layar android ini. Semoga kiranya bisa bermanfaat bagi pembaca. Selamat mencoba 


Lapangan GOLF LHOKNGA (Kebutuhan atau Keinginan)


Gubernur Aceh Zaini Abdullah kabarnya merestui pengalokasian dana Rp 24,5 miliar lebih untuk revitalisasi Padang Golf Lhoknga Tahap II. Rencananya, dana itu diploting pada APBA 2015. Husein Hamidi yang juga Kapolda Aceh sebagai ketua panitia revitalisasi. Benarkah begitu mendesak?

PENGURUS Golf Indonesia (PGI) Aceh agaknya tahu betul posisi dan hobi Kapolda Aceh, Irjen Pol. Husein Hamidi. Maklum, selain sebagai aparat penegak hukum, jenderal bintang dua ini, juga suka olahraga, khususnya golf. Begitupun, tak jelas sejak kapan jenderal Husein Hamidi mulai suka ‘berselancar’ di padang rumput tersebut.
Berbeda dengan pendahulunya, Irjen Pol. Herman Efendi, mantan Kapolda Aceh ini lebih senang olahraga bersepeda dan berburu. Itu sebabnya, dia nyaris jarang kelihatan di lapangan golf, memukul bola putih seukuran telur ayam ini. “Ya, Pak Herman lebih senang bersepeda. Kami pernah mendampingginya dari Banda Aceh sampai Patek, Aceh Jaya dan Pidie. Beliau sangat kuat mengayuh sepeda. Termasuk, berburu,” jelas salah seorang perwira menengah di Polda Aceh pada media ini, pekan lalu.
PGI agaknya memang lihai menggunakan momentum. Kesempatan dan peluang itu dimanfaatkan agaknya dimanfaatkan benar oleh pengurus PGI Aceh untuk melayangkan surat permohonan bantuan dana kepada Gubernur Aceh, dr. Zaini Abdullah. Usulan dana tadi dibungkus dengan kalimat revitalisasi Padang Golf Lhoknga Tahap II.
Surat Bernomor 138/PGI-Aceh/VIII/2014 itu diajukan Persatuan Golf Indonesia (PGI) Aceh pada Gubernur Aceh Zaini Abdullah, 14 Juli 2014 lalu dan ditandatangani Sekretaris Umum PGI Aceh Hazwan Amin. Jumlahnya juga tidak sedikit, Rp 24,5 miliar lebih.
Dari lampiran surat yang diperoleh media ini menunjukkan, Rp 14,2 miliar diantaranya direncanakan akan digunakan untuk membangun Tee Box (tempat awal memukul bola), Rp 2 miliar. Fairway (bagian lapangan tempat berbagai macam rintangan seperti bunkers, pepohonan, jalan-jalan pasir, dan selokan), Rp 4,7 miliar lebih. Green Rp 2 miliar lebih, Rough Rp 266 juta lebih, Drainase Rp 562 miliar lebih, Lanscaping Rp 2,2 miliar lebih dan Bunker Rp 2,4 miliar lebih. Sementara Rp 10,3 miliar sisanya digunakan untuk pekerjaan Nursery Rp 1,8 miliar, Irigasi Rp 4,5 miliar, Danau Rp 2 miliar dan Pembersihan/Pembuangan Sedimen Rawa Eksisting Rp 2 miliar.
Gayung bersambut. Usulan anggaran ini direspon Gubernur Aceh Zaini Abdullah tiga hari kemudian atau persisnya pada 17 Juli 2014 lalu. Berdasarkan dokumen yang dimiliki MODUS ACEH, Zaini Abdullah mendisposisikan pada Sekda Aceh Darmawan agar mempertimbangkan usulan anggaran tersebut. “Untuk dipertimbangkan tahun 2015,” begitu arahan Zaini Abdullah pada Sekda Aceh Darmawan seperti yang tercantum dalam surat tadi.IMG_0002
Rencana pengalokasian anggaran untuk revitalisasi Padang Golf Lhoknga ini sebetulnya telah dimulai sejak tahun anggaran 2014. Tapi usulan yang diajukan PGI Aceh tidak melalui gubernur, melainkan lewat Wakil Gubernur Muzakir Manaf, pada Oktober 2013 lalu. Muzakir Manaf lantas mendisposisikan pada Bappeda Aceh untuk memprioritaskan usulan ini. Alasannya, untuk menyambut Pekan Olahraga Nasional (PON) 2020 di Aceh, yang akhirnya gagal ditetapkan  oleh Presiden RI, melalui Kemenegpora RI.
Kabarnya, ada sekitar Rp 10 miliar yang dialokasikan untuk revitalisasi tahap I. “Tapi belum bisa digunakan lantaran timbul gosib soal anggaran tersebut,” kata sumber MODUS ACEH yang juga salah seorang Panitia Revitalisasi Padang Golf Lhoknga yang tak ingin disebut namanya, pekan lalu.
Memang, salah satu media online lokal, the atjehpost.com, jor-joran memberitakan ihwal pengalokasian dana untuk revitalisasi padang golf ini. Isunya, anggaran yang dialokasikan untuk menghidupkan kembali padang golf tersebut diambil dari dana yang telah diplotkan untuk pengembangan infrastruktur  Masjid Raya Baiturrahman
Banda Aceh.“Seolah-olah Pemerintah Aceh lebih mengedepankan lapangan golf ketimbang pembangunan masjid,” kata sumber itu.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Solidaritas untuk Antikorupsi (SuAK) Aceh juga menduga, dana  Rp 10 miliar itu merupakan dana pembangunan/perluasan Masjid Raya Baiturahman Banda Aceh yang  dialihkan untuk proyek lapangan golf. “Polda Aceh harus segera mengusut,” kata Pj Koordinator Badan Pekerja SuAK Aceh, Zaini Usman,  Minggu 6 Juli 2014 lalu pada wartawan.
Tapi, dugaan ini dibantah Pemerintah Aceh.  Gubernur Aceh Zaini Abdullah mengatakan,  antara dana pengembangan Masjid Raya Baiturrahman dengan lapangan golf sama sekali tidak ada kaitan. Memang ada disposisi Wakil Gubernur, tapi bukan perintah untuk mengambil dana masjid raya,” jelas Zaini Abdullah.
Namun, sumber MODUS ACEH lainnya mengatakan sebaliknya. Meski tak seluruhnya, sebetulnya anggaran untuk revitalisasi padang golf ini memang menggunakan sebagian anggaran yang sebelumnya dialokasikan untuk pengembangan infrastruktur Masjid Raya Baiturahman. Proyek ini, kata dia, juga sudah mulai berjalan. “PT Salina Bersama yang mengerjakan proyek tersebut,” kata dia.
Menariknya, polemik yang sempat mencuat ini, tak membuat Pengurus PGI Aceh ambil pusing. Belum lagi dana RP 10 miliar tahap I habis dibelanjakan, PGI Aceh rupanya sudah mengajukan lagi dana tahap II senilai Rp 24,5 miliar lebih.
Lantas, apa sebetulnya urgensi dari pembangunan lapangan golf yang menelan anggaran puluhan miliar rupiah ini, sehingga membuat PGI Aceh begitu berambisi segera merealisasikannya? Benarkah untuk kepentingan agar Aceh memiliki lapangan golf yang representatif sehingga bisa mencetak golfer handal atau hanya sekedar untuk memenuhi ambisi bisnis dari pengerjaan proyek tersebut?
Sayang, Sekretaris Umum PGI Aceh Hazwan Amin tak bisa dikonfirmasi. Pesan singkat yang dilayangkan MODUS ACEH untuk wawancara ditanggapinya dengan mengarahkan agar media ini mengkonfirmasi langsung pada Cut Ayah, Koordinator Panitia Revitalisasi Padang Golf Lhoknga. Ketika diminta penyeranta Cut Ayah, Hazwan kembali mengarahkan MODUS ACEH untuk mengkonfirmasi langsung pada Ketua Panitia Revitalisasi Lapangan Golf, Irjen Pol. Husein Hamidi. “Arahan Cut Ayah, langsung saja pada ketua pembangunan (revitalisasi) Pak Husein Hamidi,” tulisnya lewat pesan singkat. Setali dua uang, Husein Hamidi yang juga Kapolda Aceh tak
menjawab konfirmasi yang disampaikan MODUS ACEH. Pesan singkat yang dilayangkan, tak berbalas.IMG_0001
Padang Golf Lhoknga memang masih jauh dari representatif. Dihantam tsunami pada Desember 2004 lalu, infrastruktur olahraga ini rusak parah.
Mantan Walikota Banda Aceh, almarhum Mawardy Nurdin sempat menghidupkan kembali padang golf ini dengan biaya patungan dari para pegolf Aceh. Beberapa even skala lokal
juga sempat digelar. Tapi even-even skala nasional, apalagi internasional, tak bisa diselenggarakan di sini. Selain hanya memiliki 9 hole, padang golf ini memang perlu perbaikan
disana-sini.
Di sisi lain, Aceh juga masih menyimpan aneka persoalan sosial yang sebetulnya jauh lebih prioritas. Mimpi peningkatan perekonomian masyarakat masih jauh dari memuaskan. Bahkan, dalam enam bulan ke depan, Aceh terancam krisis pangan. Itu disebabkan, areal sawah di sejumlah kabupaten dilanda kekeringan.
“Pemerintah Aceh seharusnya memprioritaskan penanganan jangka panjang hal-hal seperti ini. Siklus perubahan alam perlu diantisipasi dan dirumuskan agar tak berdampak pada perekonomian rakyat,” kata anggota DPRA Fraksi Demokrat M Yunus Ilyas saat dimintai tanggapannya, Jumat pekan lalu.
Menurut Yunus, alangkah baiknya Pemerintah Aceh mengalokasikan puluhan miliar dana tersebut untuk peningkata
n perekonomian rakyat Aceh. “Lihat saja bagaimana rendahnya daya beli masyarakat akibat inflasi. Pengangguran juga masih cukup tinggi,” katanya.
Persoalan kemiskinan juga belum teratasi signifikan. “Tak ada salahnya memang mengalokasikan dana menghidupkan kembali padang golf, tapi sejatinya persoalan mendasar rakyat lebih diutamakan,” kata Yunus Ilyas.
Lalu, benarkah dana tersebut telah dialokasikan dalam KUA PPAS 2015 yang telah diserahkan Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) ke DPRA pada awal Agustus 2014 lalu? Menurut Yunus, itu belum dibahas di tingkat dewan.
“Yang kami terima baru KUA dan PPAS Perubahan 2014. Sedangkan yang 2015 belum,” kata Yunus. Menurut Yunus, awalnya memang direncanakan penyerahan dilakukan sekaligus. “Tapi dewan lebih memprioritaskan pembahasan APBA-Perubahan 2014. Jadi kita belum tahu apakah ada mata anggaran untuk revitalisasi padang golf ini,” kata Yunus Ilyas yang juga Sekretaris Umum MPW Pemuda Pancasila Aceh.***