"Kami berharap gubernur
segera mengeluarkan Pergub sambil menunggu diterbitkannya qanun sebagai aturan
hukum untuk mengantisipasi agar tidak ada pihak yang melakukan kegiatan
pemurtadan dan pendangkalan aqidah," katanya di Banda Aceh, Rabu Kemarin.
Hal itu disampaikan di sela-sela
meninjau pasangan suami isteri yang membagikan buku dan brosur ajaran agama
tertentu sebagai upaya pemurtadan terhadap umat muslim di Aceh.
Pasangan suami isteri yang
berinisial RS dan WM tersebut saat ini ditahan di Satpol PP dan Wilayatul
Hisbah Aceh. RS asal Provinsi Sumatera Utara dan WM dari Semarang. Kedua
pasangan suami isteri itu ditangkap pihak kepolisian Polres Aceh Besar.
Politikus PKS itu menjelaskan,
Aceh saat ini bisa dikatakan "siaga satu" untuk pendangkalan aqidah
dan pemurtadan yang sengaja dilakukan pihak yang memiliki jaringan luas secara
internasional.
"Tertangkapnya pasangan
suami isteri yang menyebarkan buku dan brosur tentang ajaran agama tertentu itu
menunjukkan mereka terus melakukan upaya pemurtadan dan pendangkalan aqidah.
Aceh merupakan provinsi yang mayoritas penduduknya adalah muslim," kata
Ghufran Zainal Abidin.
Terkait dengan Qanun, ia
menjelaskan legislatif khususnya Komisi VII DPRA akan berupaya bisa melahirkan
aturan hukum guna mengantisipasi upaya-upaya pemurtadan dan pendangkalan akidah
itu. "Kami akan mendorong, paling tidak Qanun inisiatif Komisi VII bisa
segera diajukan sehingga dapat disahkan pada 2015," katanya menjelaskan.
Dipihak lain, Ghufran juga
mengimbau seluruh elemen masyarakat Aceh untuk bersatu dan terus mewaspadai
terhadap kegiatan yang menyimpang dilakukan pihak-pihak tertentu yang memiliki
tujuan pemurtadan atau pendangkalan akidah umat muslim.
"Seluruh elemen masyarakat
agar dapat mengantisipasi, jika di lingkungan atau desanya ada kegiatan yang
mencurigakan maka segera laporkan kepada petugas kepolisian terdekat dan tokoh
masyarakat. Itu perlu, jangan sampai ajaran yang tidak sesuai dengan Islam
menyebar di daerah ini," katanya menjelaskan.
REDELONG
Buku pendangkalan akidah telah beredar di sejumlah desa di Kabupaten Bener
Meriah, seusai ditemukan di Aceh Tenggara (Agara) dan sejumlah kabupaten/kota
lainnya di Aceh. Anggota DPRA, Bardan Sahidi berhasil menemukan buku tersebut
saat melakukan kunjungan kerja di Desa Cemparam dan Jamur Atu, Bener
Meriah.
Salah
seorang ulama Bener Meriah, Tgk Syarqawi Abdus Samad, yang ditemui Serambi di
Komplek Pesantren Bustanul Arifin, Pondok Sayur, Kamis (4/12) mengatakan
penyebaran buku pedangkalan akidah juga pernah beredar sebelumnya. “Saat ini
muncul lagi buku kristenisasi dengan bentuk yang sama seperti sebelumnya,”
ungkap Syarqawi Abdus Samad.
Dia
meminta pihak-pihak yang sengaja menyebarkan buku pedangkalan akidah tersebut
untuk segera menghentikan aktivitasnya di Gayo. “Secara undang-undang sudah
salah, karena dilarang menyebarkan agama kepada orang yang sudah memiliki
agama. Jadi, jangan lagi membuat aktivitas penyebaran buku kristenisasi ini,”
jelasnya.
Dia
menilai, peredaran buku kristenisasi itu harus segera dihentikan untuk menjaga
kerukunan bersama. Alasannya selama ini, masyarakat di Kabupaten Bener Meriah,
berada dalam keragaman agama, sehingga dengan beredarnya buku menyudutkan Islam
ini, bisa memicu suasana menjadi kurang baik.
“Kita
di daerah ini, bisa hidup berdampingan meski berbeda latar belakang agama.
Jangan gara-gara orang dari luar datang dan menyebarkan buku kristenisasi ini,
semua menjadi tidak baik,” ujar Tgk Syarqawi Abdus Samad. Dia berharap, warga
yang menemukan buku pendangkalan akidah agar dapat melapor ke ulama setempat.
Awalnya,
buku tersebut ditemukan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA),
Bardan Sahidi, di salah satu meunasah Cemparam dan Jamur Atu, di Bener Meriah.
Ketika itu, anggota dewan ini, sedang melakukan kunjungan kerja (kunker) dan
menemukan buku tersebut.
“Kita
mengecam keras peredaran buku pedangkalan akidah ini dan untuk itu, aparat
penegak hukum harus segera bertindak,” tegasnya ketika menyerahkan buku
tersebut ke tokoh ulama Bener Meriah. Peredaran buku pedangkalan aqidah itu,
bukan hanya ditemukan di Kabupaten Bener Meriah. Namun, buku tersebut juga
ditemukan di sejumlah daerah di Kabupaten Aceh Tengah. Salah satunya di kawasan
Kampung Simpang Empat, Kecamatan Bebesen.
Buku
kecil yang terbungkus rapi dengan plastik diletakkan oleh orang yang belum
diketahui di depan rumah salah seorang warga. Sontak keberadaan buku tersebut,
membuat resah warga. Sebelumnya, upaya pendangkalan akidah di Kabupaten Aceh
Tenggara (Agara) yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Tanah Karo, Sumut
terus menyebar ke masyarakat. Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Agara
berhasil membongkar upaya tersebut melalui sebuah buku yang dibagi secara gratis.
Ketua
MPU Agara, Tgk Hasanuddin Mendabe, Selasa (25/11) menyatakan sudah mulai ada
upaya pendangkalan akidah terhadap umat Islam. Dikatakan, buku setebal 31
halaman yang berjudul “Kehidupan yang memuaskan bagaimana memperolehnya” yang
berisi ayat-ayat al kitab non-Muslim menjadi bukti kuat adanya upaya tersebut.
41 Bukti
Pendangkalan Akidah Itu
|
|
|
|
Thursday, 23
September 2010 15:12
|
Pendangkalan
akidah di Aceh pasca tsunami dilakukan dengan berbagai cara. Semua ada
buktinya.
Sejak
hari-hari pertama pasca tsunami Aceh 2004, banyak pihak mengingatkan, ma-suknya
NGO maupun LSM non Muslim untuk memulih-kan kembali Aceh akibat ben-cana alam
patut diwaspadai.
Peringatan
itu tidaklah ber-lebihan. Di lapangan Tgk Warul Walidin, Tgk Rahman Kaoy, Tgk
Sayed Azhar, Tgk Komala Pontas, dan para tokoh terpercaya lain-nya yang
tergabung dalam Tim Pembinaan dan Pengawasan Pendangkalan Akidah (P3A) Aceh
membuktikan hal itu.
Bukti-bukti
tersebut ter-catat dalam Laporan Hasil Investi-gasi Pendangkalan Aqidah yang
dikeluarkan pada Juli 2006. Lapo-ran setebal 69 halaman itu meng-ungkap fakta
adanya pendang-kalan akidah bahkan menjurus kepada pemurtadan yang dila-kukan
secara terprogram dan sistematis di 13 kabupaten dan kota oleh berbagai NGO dan
LSM yang berkedok bantuan kema-nusiaan itu.
Hal itu terjadi lantaran labil-nya masyarakat akibat musibah raya itu dan
sistem pengawasan pihak pemerintah yang tergo-long lemah sehingga tidak
selek-tif terhadap pihak-pihak yang ingin memberikan bantuan ke-manusiaan.
Sedangkan
modus upaya pemurtadannya antara lain me-lalui penyaluran bantuan kema-nusiaan
(berupa bantuan ma-kanan, buku bacaan, alat tulis-menulis, obat-obatan, pakaian
dan mainan anak-anak); bim-bingan konseling (pemulihan trauma); pendidikan dan
ketram-pilan di lembaga panti asuhan yang dikelola oleh yayasan umat Kristen;
dan lain sebagainya.
Temuan Lapangan
Di sebuah mushala di Hun-tara Pinggir Sungai Lamnyong, Banda Aceh ditemukan
lambang salib. Mushala ini dibangun oleh NGO: International Organization for
Migration (IOM).
Di
Lamreh Kecamatan Mas-jid Raya, Aceh Besar, LSM Yakum Emergency Unit membangun
ki-os berbentuk gereja. Sedangkan di Barak Mustika Kulam Permata, Kelurahan
Krueng Raya, Sabang, tim P3A dikejutkan oleh adanya sejadah berlogo salib di
tengah warga. Warga tidak mengetahui nama NGO atau LSM yang memberikannya.
NGO
Save the Children ber-upaya menyimpangkan akidah dengan membagikan buku yang
mengandung ajaran Kristen yang berjudul 30 Dongeng Sebelum Tidur kepada
anak-anak warga Huntara Keudee, Jangka Buya, Pidie.
Seakan
tak mau kalah dengan Save the Children, LSM Sampoerna Foundation mem-bagikan
buku bacaan Kristen kepada siswa-siswi Madrasah Ibtidaiyah Negeri Samalanga,
Bireuen. Sedangkan di Barak Lapang Kecamatan Tanah Pasir, Aceh Utara, NGO
Kordia meng-gelar hiburan anak-anak yang digiring kepada kemusyrikan. Mereka
menanyakan berapa jumlah Tuhan. Bila anak-anak menjawab satu maka diberi hadiah
satu permen bonbon. Bila menjawab dua akan diberi per-men bonbon dua, dan
sete-rusnya.
Sedangkan
di Desa Rigaih 5 Km Calang, Aceh Jaya, LSM Obor Berkat Indonesia pada Oktober
2005 melakukan misi kristenisasi. Warga yang mengungsi di Barak Tenda Tanjong
Harapan, Desa Ujong Tanjong, Meurebo, Aceh Barat pun turut menjadi sasaran.
Mereka mendapat sembako berisi lambang-lambang Kristen yang dibagikan oleh NGO
Global Network. Di Ujong Fatihah, Kuala, Nagan Raya, seseorang yang mengaku
sebagai mahasiswa perbandingan agama membagi-kan Indeks Bibel. Ia kemudian
ditangkap pihak yang berwajib.
Pembagian
sembako ada-lah teknik yang paling sering digunakan untuk memperkenal-kan
ajaran yang berseberangan dengan akidah Islam. Di SMP Negeri Suasaoh, Aceh
Barat Daya, misalnya, para korban tsu-nami mendapat bantuan semba-ko yang
berasal dari Batam. Ternyata di dalam sembako itu terdapat Injil berukuran
kecil.
Sedangkan
di beberapa barak di Kabupaten Simeulue, RSRC Indonesia membagikan kalender
meja bergambar salib dan berisi pesan Kristen. Modus lainnya agar dianggap
legal mereka mendirikan gereja yang megah di Serambi Mekah. Kor-ban tsunami di
luar Aceh, yakni Nias, yang beragama Kristen di-mobilisasi untuk mengungsi ke
Kutacane, Aceh Tenggara.
Terakhir,
di Desa Mandum-pang, Aceh Singkil, berdiri TK Kristen. TK yang menginduk ke
Medan itu membuat program pendidikan gratis bagi setiap anak Muslim yang
mendaftar. TK tersebut ilegal, lantaran tidak dapat menunjukkan izin
operasi-onal dari Dinas Pendidikan.
Temuan itu merupakan in-dikasi yang tidak terbantahkan. Mereka
memang menjadikan bantuan kemanusiaan sebagai kedok untuk melakukan
pen-dangkalan akidah bahkan me-murtadkan seperti kasus yang baru saja geger di
Aceh Barat. Karena bagi mereka tidak ada makan siang yang gratis dan selalu ada
udang di balik batu. Waspadalah!
sumber:
BANDA
ACEH -
Aparat kepolisian jajaran Polresta Banda Aceh, Rabu (30/5) menahan dua
warga yang diduga akan membaptis seorang ibu rumah tangga di Kompleks Perumahan
Budha Tzu Chi, Gampong Neuheun, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar. Kedua warga
luar Aceh tersebut sempat diamuk massa sebelum akhirnya diamankan polisi.
Tersangka
yang ditahan polisi masing-masing Roy Tyson Kelbulan (24) asal Sulawesi Selatan
dan rekan wanitanya, Ribur Manulang (31), asal Tapanuli Utara. Selain kedua
tersangka, polisi juga menyita barang bukti antara lain tiga kitab Injil dan
sebuah termos berisi air. Barang bukti bersama tersangka diboyong ke Mapolres
Banda Aceh setelah sebelumnya sempat diamankan di Mapolsek Krueng Raya.
Informasi
yang dihimpun Serambi dari berbagai sumber resmi di tingkat gampong dan
kecamatan menyebutkan, Roy Tyson Kelbulan mengantongi KTP Kecamatan Kuta Alam,
Kota Banda Aceh yang tinggal di Bandar Baru, Jalan Pari II, sedangkan Ribur
Manulang ber-KTP Aceh Besar tinggal di Kompleks Dolog, Dusun Blang Daya,
Kecamatan Ingin Jaya.
Sebelum
amuk massa itu terjadi, Roy Tyson bersama Ribur Manulang dilaporkan berkunjung
ke rumah seorang perempuan berinisial Mr (32) di Kompleks Budha Tzu Chi,
Gampong Neuheun. Pada kunjungan pertama, Senin, 28 Mei 2012, Roy dan Ribur
berbincang-bincang dengan Mr sambil mengajak ibu rumah tangga tersebut
bergabung dengan kelompok mereka.
Karena
tidak mengerti, Mr tidak langsung memberi jawaban atau persetujuan sambil minta
waktu berpikir. Akhirnya Roy dan Ribur memutuskan pulang dan berjanji akan
kembali menemui Mr pada Rabu siang, 30 Mei 2012.
Pada
hari yang telah dijanjikan, Roy dan Ribur benar-benar datang kembali menemui Mr
yang saat itu sedang sendirian di rumah. Karenanya Roy dan Ribur begitu
leluasa membujuk Mr.
Awalnya
Roy dan Ribur bertanya apakah Mr kenal dengan Isa Almasih. Dengan penuh
keheranan, Mr malah balik bertanya, siapakah orang itu. Karena semakin bingung,
akhirnya Mr minta izin keluar sebentar dari rumah
Ternyata
Mr datang ke tetangganya mengabarkan tentang keberadaan Roy dan Ribur serta apa
maksud Isa Almasih. Pada saat itulah Mr mendapat jawaban dari tetangga bahwa
itu merupakan tuhannya orang nasrani.
Mendapat
jawaban itu, Mr panik dan langsung menemui kepala kompleks yang berjarak
sekitar 500 meter dengan rumahnya. Ia tak peduli lagi dengan Roy dan Ribur yang
tinggal di rumahnya. “Saya langsung ceritakan apa yang saya dengar kepada Pak
Bambang (kepala kompleks). Beliau kaget, lalu bersama sejumlah warga lainnya
menuju ke rumah saya,” kata Mr dalam keterangannya kepada Serambi.
Diramaikan
massa
Kepala Kompleks Perumahan Budha Tzu Chi, Gampong Neuheun, Bambang A Rahman yang
tiba bersama sejumlah warga lainnya ke rumah Mr memang mendapati ada dua warga
asing di rumah tersebut. Keduanya langsung diinterogasi dan menanyakan apa
maksud kedatangan ke kompleks tersebut.
Karena
gerak-gerik mereka semakin mencurigakan, akhirnya kepala kompleks memeriksa
barang-barang yang mereka bawa, hingga ditemukan tiga kitab Injil dan
dokumen/data nama-nama yang sudah dibaptis maupun yang sedang dalam proses.
Juga ditemukan termos berisi air yang diduga sebagai media pembaptisan.
Oleh
kepala kompleks, kedua warga ini digiring ke kantor kepala kompleks dengan
berjalan kaki. Saat itulah kabar tentang adanya orang yang akan melakukan
pembaptisan merebak cepat di kalangan warga. Tak ayal, dalam tempo singkat
ratusan warga kompleks yang dihuni oleh 850 KK tersebut berkerumun di kantor
kepala kompleks.
Saat
berada dalam pengamanan kepala kompleks, massa yang tak mampu membendung emosi
langsung menyerbu ke dalam, bahkan sempat menyeret Roy dan Ribur ke luar. Saat
itulah terjadi aksi pemukulan yang nyaris tak terkendali.
Di
tengah suasana yang tak terkendali itu, sejumlah aparat kepolisian tiba di
lokasi. Secepatnya kedua warga tersebut diamankan dan selanjutnya bersama
barang bukti diangkut ke Mapolsek Krueng Raya. Selanjutnya, sekitar pukul 18.00
WIB, Rabu (30/5), tersangka dan barang bukti diamankan ke Mapolresta Banda
Aceh.
14 Lokasi di Aceh Rawan Pendangkalan Akidah
Senin,
9 September 2013 14:19 WIB
BANDA
ACEH - Kepala Dinas Syariat Islam Aceh, Prof Syahrizal Abbas menyebutkan ada 14
lokasi di Aceh yang rawan aksi-aksi pendangkalan akidah. Ke 14 lokasi itu
tersebar di beberapa kabupaten/kota antara lain, Aceh Selatan, Aceh
Besar, Bireuen, Aceh Tamiang, perbatasan Aceh Singkil, Aceh Tenggara,
Subulussalam, dan Simeulue.
Hal
itu dikemukakan Syahrizal Abbas saat menjadi pemateri dalam halal bihalal
Keluarga Besar Forum Silaturahim Kemakmuran Masjid Serantau (Forsimas), di
Gedung Serbaguna Forsimas, Darussalam, Sabtu (7/9).
Menurutnya,
ada beberapa perilaku pendangkalan akidah yang umum ditemukan, seperti tidak
mewajibkan shalat dan mengatakan ada nabi setelah Nabi Muhammad Saw. “Ini bertentangan
dengan akidah Islam. Karena itu, upaya yang dilakukan antara lain menempatkan
150 da’i di daerah-daerah tersebut untuk memperkuat akidah umat,” ujarnya.
Selain
itu, Syahrizal menambahkan indikator berjalannya syariat Islam salah satunya
dapat dilihat melalui pendidikan agama dan moral yang ada dalam keluarga.
“Berapa banyak bacaan alquran yang dibaca oleh anak-anak di rumah. Jika tidak
mengantarkannya ke tempat pengajian, maka di rumah harus dibiasakan membaca
alquran,” imbuhnya.
Panitia
halal bihalal, Drs Jauhari mengatakan forsimas adalah organisasi Islam yang
menghubungkan antar masjid tingkat internasional. Saat ini negara yang
tergabung dalam Forsimas yaitu Indonesia, Malaysia, Brunai Darussalam,
Singapura, Kamboja, Thailand, Filipina, dan Myanmar.
Kegiatan
yang dihadiri para pengurus Forsimas juga dihadiri Ketua Umum Gabungan Musisi
Aceh, Teuku Mahfud yang menyampaikan materi tentang improvisasi sound system
masjid dan mushalla.
SUMBER :
Rabu, 7 Januari 2015 15:06 WIB
BANDA
ACEH -
Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry
Banda Aceh segera menjatuhkan sanksi akademik kepada Rosnida Sari, dosen di
fakultas itu yang membawa sejumlah mahasiswi ke sebuah gereja di Banda Aceh.
Kasus yang menarik perhatian masyarakat ini, bermula dari tulisan milik dosen
dakwah itu sendiri di situs australiplus.
Kunjungan
ke gereja yang menjadi bagian dari mata kuliah Studi Gender dalam Islam itu,
sebagaimana ditulis Rosnida Sari, sebagai bagian dari ‘jembatan perdamaian’ dan
‘pembawa damai’ untuk agama dan budaya yang berbeda ini.
Tulisan
dengan judul asli “Belajar di Australia, Dosen IAIN Ajak Mahasiswa ke Gereja di
Banda Aceh” itu telah menjadi perbincangan hangat di jejaring media sosial.
Beragam komentar mencuat, mulai dari yang mendukung dan tak sedikit pula yang
menyesalkan tindakan dosen tersebut.
Selain
itu, tulisan yang dikutip sejumlah media online di Aceh ini, juga di-share atau
dibagi kembali oleh ratusan akun pengguna sosial media di dalam dan luar negeri,
sehingga gaungnya meluas.
Dekan
Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Dr A Rani Usman MSi, kepada Serambi Selasa
(6/1) kemarin mengatakan, pihaknya telah meminta klarifikasi dari dosen
bersangkutan terkait kunjungan para mahasiswinya ke salah satu gereja di Banda
Aceh sebagai bagian dari perkuliahan.
“Mohon
maaf kepada masyarakat Aceh yang terganggu dengan persoalan ini dalam beberapa
hari terakhir. Kami segera lakukan tindakan akademik dan mengevaluasi
kinerja dosen dengan mata kuliah yang diampunya tersebut,” katanya.
Ia
tambahkan, tindakan dosen yang membawa mahasiswi studi ke salah satu gereja di
Banda Aceh itu telah mengabaikan manajemen pengelolaan akademik di kampus Islam
tersebut.
SUMBER :
Masih
ingatkah kasus yang menimpa saudara kita tertipu dengan alih alih mendapat
pelatihan pertanian dan plus liburan ke singapore dan bali ?
semoga
kedepan tidak mudah menerima tawaran dalam bentuk apapun sama orang orang yang
tidak bertanggung jawab, apalagi sama orang yang tidak pernah kita kenali sama
sekali, kebanyakan mereka dan pada umumnya membantu bukan dengan setulus hati,
bukan sekali dua kali kita temukan kasus yang sama
ini
kisah kisahnya,
*Berdalih
Pelatihan di Brastagi
APRIL 2013 lalu Aman
Suharni (53) petani kopi, warga Desa Buket Tunyang, Kecamatan Timang Gajah,
Bener Meriah, diajak Hasbi, saudaranya, ke Medan, Sumatera Utara, untuk ikut
pelatihan pertanian.
Sesampai di sana,
Suharni dan Hasbi bertemu dengan Atek (40), warga Tionghoa yang beristrikan
warga Ronga-Ronga, Bener Meriah. Atek disebut-sebut sebagai agen umat Nasrani
yang bekerja di wilayah Aceh untuk merekrut pemeluk Islam agar pindah agama ke
Kristen.
Polres Bireuen pun
sudah mengorek informasi tentang Atek dari pendeta asal Nias Sumatera Utara,
Onekesyi Zega (40) yang kini diamankan di Mapolres Bireuen.
Menurutnya, Atek juga
bertugas mencari agen-agen lainnya dari kalangan muslim di seluruh Aceh sampai
ke Pulau Jawa untuk dikristenkan. Jaringannya luas. Ia juga memiliki daftar atau
struktur organisasi dan rencana pembaptisan para pemeluk Islam.
Sementara itu, Isnadi
Rasyid (38), menantu Aman Suharni, korban pembaptisan, saat ditemui Serambi di
Mapolres Bireuen kemarin menerangkan, April lalu mertuanya diajak ke Medan oleh
Hasbi untuk bertemu Atek dengan dalih untuk ikut pelatihan pertanian.
Kepadanya dijanjikan
uang serta jalan-jalan ke Singapura dan Bali.
Tapi sesampai di
Medan, Aman Suharni diajak jalan-jalan ke Berastagi. Mereka pun menginap di
sebuah hotel. Di hotel itulah Suharni dibaptis selama dua hari.
“Mertua saya itu
merasa aneh saat berada di Berastagi, karena alasannya semula untuk ikut
pelatihan pertanian, tapi saat di Berastagi malah diajari tentang ritual umat
Nasrani,” kata Isnadi
“Karena curiga, mertua
saya kabur dan pulang ke Bener Meriah. Beberapa hari di kampung, mertua saya
pun menceritakan kejadian itu kepada keluarga. Karena diduga sudah khilaf, ia
disyahadatkan kembali oleh MPU Bener Meriah,” tambahnya.
Setelah itu, Aman
Suharni bersama keluarganya berniat untuk menangkap Atek selaku agen, di
samping pendeta dan staf-stafnya supaya misi mereka tidak menyebar luas atau
merugikan umat muslim lainnya, terutama di Aceh, Nanggroe syariat Islam.
Karena itulah Aman
Suharni dan keluarga merancang siasat untuk menjebak Atek. Tapi Atek tak
berhasil ditangkap, karena belum diketahui keberadaannya. Namun, seorang
pendeta asal Nias bersama tiga stafnya berhasil ditangkap polisi pada sebuah
toko obat di kawasan Kota Bireuen, Kamis (20/6) siang.
Bersama pendeta itu,
polisi menyita satu kitab Injil dalam bahasa Aceh.
SUMBER :